Webinar IKJ – India
Institut Kesenian Jakarta telah bersepakat menjalin kelangsungan kerjasama dalam rangka penyelenggaraan Pameran Seni Rupa Gandhi@150* dalam rangka memperingati hari lahir Mahatma Gandhi ke-150 tahun yang jatuh pada tanggal 2 Oktober 2020, secara fisik dan virtual di Gedung Parlemen Republik Indonesia (DPR/ Dewan Perwakilan Rakyat) dengan mengoptimalkan prinsip kemitraan yang saling memberikan manfaat dengan mengusung tema hal-hal yang diperjuangkan Gandhi, yakni: ahimsa, satyagraha dan swadesi.
Kali ini adalah kelanjutan dari event sebelumnya dalam peringatan hari Republik India ke-71 tahun Januari lalu di Westin Hotel, Jakarta
Sehari sebelumnya (1/10) diselenggarakan acara webinar dipandu oleh host dari The Jakarta Post selaku moderator selama satu setengah jam, bertajuk “Mahatma Gandhi’s Satyagraha: Path Towards World Peace” dengan keynote speaker Duta Besar Republik India untuk Indonesia, Yang Mulia Bpk. Pradeep Kumar Rawat.
Topik Webinar:
“Mahatma Gandhi’s Satyagraha: Path Towards World Peace”
(“Satyagraha Mahatma Gandhi: Jalan Menuju Perdamaian Dunia”)
Para Pembicara: YM Dubes India Bpk. Pradeep Kumar Rawat (Keynote Speaker), tokoh NU, pengamat sosial India dan Dolorosa Sinaga (IKJ)
Pembicara:
Dolorosa Sinaga (Institut Kesenian Jakarta)
Tema: Gender Equality Aspect
‘Satyagraha’ Gandhi & Kesetaraan Gender
Latar belakang:
Dalam memodernisasi India, Gandhi mengajarkan 3 hal pada pengikutnya:
1.Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk berpendapat.
2.Kebebasan dalam memeluk kepercayaan dengan semangat keadilan.
3.Kesetaraan gender yang memungkinkan perempuan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga semata.
Gandhi percaya bahwa ketika negara berinvestasi pada kehidupan perempuan, maka negara tersebut secara tidak langsung telah menggenggam masa depannya.
Tema besar dalam pembahasan buku “All Men Are Brothers” sebuah oto-biografi yang ditulis oleh Gandhi semasa hidupnya, pada sebuah sub bab XI tentang “Kaum Perempuan” ada pada kalimat pembuka di awal paragraf :
“Saya sangat yakin bahwa keselamatan India ditentukan oleh pengorbanan serta pencerahan kaum perempuan”.
Gandhi adalah pribadi yang lebih bersikap terbuka dan menerima segala perbedaan. Sikap dan pandangan Gandhi dalam hal kedudukan, peran yang dimiliki perempuan baik dalam ruang domestik maupun ruang publik.
“Saya yakin bahwa karena pada pokoknya pria dan wanita manunggal, masalah mereka pun pasti manunggal pula. Keduanya mempunyai jiwa yang sama pula. Masing-masing menjalani “kehidupan yang sama dan mempunyai perasaan yang serupa. Yang satu merupakan pelengkap bagi yang lain. Masing-masing tidak akan dapat hidup tanpa bantuan aktif dari pasangannya”
Kalimat tersebut secara tegas menggambarkan persepsi Gandhi bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki adalah egaliter.
—
Perjuangan Mahatma Gandhi berupa anti kekerasan (ahimsa), perjuangan besar atas kebenaran bersama (satyagraha) dan kemandirian (swadesi) menjadi perjuangan seluruh bangsa-bangsa di dunia. ‘Mahatma’ bermakna ‘jiwa besar/agung’, adalah gelar yang diberikan oleh pujangga besar India, Rabindranath Tagore.
Mohandas Karamchand Gandhi (lahir di Porbandar, Gujarat,
Saat remaja, Gandhi pindah ke Inggris untuk mempelajari hukum. Setelah dia menjadi pengacara, dia pergi ke Afrika Selatan, sebuah koloni Inggris, di mana dia mengalami diskriminasi ras (apartheid). Dia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang aktivis politik agar dapat mengubah hukum-hukum diskriminatif tersebut. Gandhi pun membentuk sebuah gerakan non-kekerasan.
Ketika kembali ke India, dia membantu dalam proses kemerdekaan India dari jajahan Inggris; hal ini memberikan inspirasi bagi rakyat di koloni-koloni lainnya agar berjuang mendapatkan kemerdekaannya dan memecah Kemaharajaan Britania (Inggris Raya) untuk kemudian membentuk Persemakmuran.
Gandhi adalah seorang Hindu namun dia menyukai pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain termasuk Islam dan Kristen. Dia percaya bahwa manusia dari segala agama harus mempunyai hak yang sama dan hidup bersama secara damai di dalam satu negara. Maka saat 1947 India menjadi merdeka dan pecah menjadi dua negara, India dan Pakistan, hal ini tidak disetujui Gandhi. Gandhi kemudian bahkan dibunuh oleh seorang lelaki Hindu yang marah menganggap Gandhi lebih berpihak pada muslim.Prinsip Gandhi, satyagraha, sering diterjemahkan sebagai “jalan yang benar” atau “jalan menuju kebenaran”, telah menginspirasi berbagai generasi aktivis-aktivis demokrasi dan anti-rasisme seperti Martin Luther King, Jr. dan Nelson Mandela. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai ajarannya sangat sederhana, berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional satya dan ahimsa, yakni: kebenaran, dan non-kekerasan.
Gerakan Satyagraha merupakan bentuk perlawanan yang dipimpin oleh Mahatma Gandhi dengan cara menolak kerjasama dengan pemerintah Inggris karena prinsipnya berdiri dengan kebenaran, keadilan dan peri kemanusiaan. Gerakan yang paling utama adalah perlawanan rakyat sipil untuk memprotes monopoli garam yang diberlakukan pemerintah Inggris di India. Gerakan Satyagraha dipimpin oleh Mahatma Gandhi dengan alasan bahwa garam merupakan kebutuhan vital bangsa India. Ini adalah gerakan persamaan hak ekonomi.
Prinsip gerakan ini sama dengan prinsip gerakan yang dipimpin oleh Soekarno Presiden RI yakni non-kooperasi alias tidak mau bekerjasama dengan penguasa kolonial (Belanda/VOC). Hal ini pula yang mempererat hubungan Indonesia dengan India. Institut Kesenian Jakarta pun berpedoman pada nilai-nilai universal yang menjadi ajaran Gandhi tersebut, sesuai dengan visi & misi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sebagaimana konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi.