Tatiek Maliyati WS dalam FFI 2020
Dosen super senior Seni Peran dan Penulisan Naskah Drama di Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sejak 1970 hingga kini, Tatiek Maliyati (86 tahun), dianugerahi Lifetime Achievement dari Festival Film Indonesia 2020 berkat kontribusi dan dedikasinya bagi perfilman Indonesia. Penghargaan ini disampaikan oleh aktris Christine Hakim, yang dalam pengantarnya menyebut Tatiek sebagai “Ibu dan Guru dari Para Aktor dan Aktris Indonesia”.
Piala Citra tersebut diterima Danton Sihombing, salah satu putranya yang juga alumnus Jurusan Desain Grafis Fakultas Seni Rupa IKJ (1989-1993). Mewakili ibundanya tercinta yang berhalangan hadir sehubungan kondisi pandemi demi protokol kesehatan yang harus diikuti mengingat usia dan fisik beliau, Danton mengucapkan “Terimakasih atas nama Tatiek Maliyati dan keluarga Wahyu Sihombing kepada murid-murid beliau dan seluruh kolega yang pernah bekerjasama dengan beliau dan turut mendukung majunya seni peran dan perfilman Indonesia”.
Lahir di Surabaya, 10 November 1934, Tatiek Maliyati menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Belanda (HBS/Hoogere Burgerschool), kemudian melanjutkan ke Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) pada tahun 1956 hingga 1960. Sebelum terjun ke dunia film, ia dikenal sebagai pemain sandiwara ATNI. Dunia film dimasukinya pada tahun 1957, bermain dalam film produksi Safina-Persari bertajuk Anakku Sajang. Pada tahun 1958, ia bermain bersama aktor yang lebih dulu terkenal, Menzano lewat produksi Perfini Djendral Kantjil. Ia juga belajar teater pada Department of Drama-Fine Arts, Carnegie-Tech,
Pada tahun 1969, ia memimpin produksi film keempat dari DPFN, Nyi Ronggeng. Dia menulis skenario yang salah satunya adalah dalam film Cinta Abadi (1976). Ia pernah masuk dalam nominasi Piala Citra untuk Skenario Terbaik Festival Film Indonesia 1981 dalam film Jangan Ambil Nyawaku (1981). Tatiek juga merupakan Ketua Dewan Juri pada Festival Film Indonesia 1983 dan Festival Film Indonesia 1992. Ia bersama Wahyu Sihombing menciptakan serial televisi Losmen. Serial ini sempat berjaya dengan 31 episode dan juga menjadi cikal bakal sinetron drama di Indonesia.
Pernikahannya dengan sutradara Wahyu Sihombing dikaruniai 4 orang anak yakni Ronggur Sihombing, Jonggi Sihombing, Danton Sihombing dan Tiur Sihombing. Ronggur dan Jonggi berprofesi sebagai sutradara, sementara Danton merupakan perancang grafis yang kini juga menjabat sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta periode 2020-2023.
Menjabat sebagai Komisaris rumah produksi PT Wahyutama Audio Visual dan PT Sirapitulas Graha Sinema, selain mengajar Tatik memberikan kursus-kursus seni peran, antara lain di Yayasan Artis Film Indonesia sejak tahun 1970-1980. Ia mengisi acara Bina Drama di TVRI tahun 1979 sampai dengan tahun 1990. Tahun 1995 sampai dengan 1999 ia menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF). Kemudian tahun 1999-2002 ia menjadi ketua merangkap anggota lembaga tersebut.
Pada tahun 1990, Tatiek menerima Piagam Penghargaan Direktorat Televisi sebagai Penulis Skenario atas karya serial Dokter Sartika yang ditayangkan TVRI. Serial ini ditayangkan tahun 1989-1990. Di tahun yang sama, ia menerima Penghargaan Perfilman Suryo Sumanto dari Dewan Film Nasional, atas jasa-jasa yang dapat dijadikan suri teladan dalam pembinaan, pembangunan dan pengembangan perfilman Indonesia.
Pada tahun 1992, ia menerima Piagam Penghargaan Menteri Penerangan selaku Ketua Dewan Film Nasional serta sebagai ketua merangkap anggota dewan juri Festival Film Indonesia 1992. Lalu tahun 1993, ia dianugerahi penghargaan Third Asean Awards Cultures, Communication and Literary Works, for Distinguished Achievements in Performing Arts. Penghargaan ini diberikan pada 9 Oktober 1993 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
Pada tahun 1996, Tatiek menerima Piagam Hadiah Seni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, atas prestasi yang luar biasa dalam bidang seni teater modern berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 7 Mei 1976 No. 23 serta Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 13 Juli 1997 No. 0265/M/1977. Tiga tahun kemudian ia menerima anugerah Panasonic Awards 1999 sebagai Legenda atas karya sinetron Losmen.
Pada tahun 2006, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganugerahi Tatiek Anugerah Budaya 2006 karena dianggap membantu dalam membina, mengembangkan, dan melestarikan seni budaya di provinsi tersebut.
Pada tahun 2014, Tatiek meraih Anugerah Tanda Kehormatan Kelas Satyalancana Kebudayaan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Di tahun yang sama sebagai hadiah ulang tahun Tatiek ke-80, sejumlah anak didik Tatiek meluncurkan buku berjudul Tatiek Maliyati WS Ibu Para Aktor. Peluncuran buku dilaksanakan pada 22 November 2014, di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta. Acara ini dihadiri Rektor Institut Kesenian Jakarta Wagiono Soenarto, beberapa pengajar dan mahasiswa, serta para alumnus yang merupakan seniman atau pekerja seni.
Penghargaan yang diterimanya di tahun 2020 adalah kelanjutan dari anugerah yang sama di tahun 2018 untuk Festival Film Bandung (FFB) setelah sebelumnya di tahun 2017, Federasi Teater Indonesia menganugerahi Tatiek sebagai Abdi Abadi FTI 2017. Setahun berikutnya Tatiek dianugerahi Lifetime Achievement dari FFB.
IKJ Award
Penghargaan kategori Pengabdian Sepanjang Masa bermula saat penganugerahan IKJ Award yang digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Penghargaan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) digelar untuk pertama kalinya di tahun 2012 merupakan perhelatan penghargaan bagi insan seni peran Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas karya seni peran yakni aktor, aktris, serta sutradara terbaik yang berkontribusi memajukan dunia seni peran Indonesia. Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sebagai perguruan tinggi seni yang sangat mewarnai dunia seni peran dalam industri hiburan Indonesia (teater, film, sinetron) menganugerahkan beberapa jenis kategori penghargaan bagi Sutradara, Aktor, Aktris, Pengamat / Penulis, Pengabdian Sepanjang Masa, Pendukung Kegiatan Seni Peran, Media pendukung Ekspresi Seni Peran.
Penghargaan IKJ ini dilatarbelakangi perkembangan industri media hiburan film, sinetron, teater di Indonesia yang saat itu secara kuantitas sangat pesat dan dinamis.
Namun demi menjaga independensi, penghargaan ini tidak diberikan kepada alumnus, mahasiswa, maupun dosen Institut Kesenian Jakarta, akan tetapi diberikan kepada pekerja seni yang mendedikasikan hidupnya untuk perkembangan seni peran di Indonesia melalui media film, televisi, teater.
Penghargaan IKJ Award ini disebut-sebut sebagai parameter tertinggi insan seni peran dan sinematografi, mengingat IKJ sebagai sebuah institusi kesenian yang banyak menerbitkan seniman-seniman berkualitas di Indonesia.
Tatiek Maliyati bersama Ray Sahetapy dan mendiang Didi Petet bersama Yosep Ginting saat meluncurkan buku karya para alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tentang sosok Tatiek Maliyati WS berjudul Ibu Para Aktor yang diluncurkan bersamaan dengan perayaan ulang tahun ke-80 Tatiek Maliyati di Gedung Teater Luwes, Jakarta, 22 November 2014. (Foto: TEMPO/Frannoto)
Tatiek Maliyati saat memberikan penganugerahan IKJ Award 2012 kepada aktris Christine Hakim bersama Nungky Kusumastuti dan mendiang Sys NS. (Foto: Kapanlagi.com)