Top
  /     /   Dosen IKJ

Perempuan Betawi dalam Seri Mini Seminar Perdana

Institut Kesenian Jakarta melalui Bidang Riset, Inovasi dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM IKJ) menyelenggarakan program meeting of minds dalam rangkaian acara seri mini seminar di pengawal bulan November (1/11) secara daring.

Seri Mini Seminar perdana ini menghadirkan tiga pembicara perempuan yang membincangkan Betawi sebagai budaya etnis asli jantung kota Jakarta, berbagi tentang memori-memori kebetawian dalam ruang seni, tradisi, juga dalam keseharian dari perspektif perempuan. Ajang pertama kali ini membahas seputar bagaimana bila Betawi, Seni, dan Perempuan bertemu dalam satu layar, apa saja yang dibicarakan para pemateri yang terdiri dari Dr. Indah Tjahjawulan, M.Sn. (Rektor IKJ), Dr. Julianti Parani (peneliti, dosen senior FSP IKJ) dan Dr. Ninuk Kleden Probonegoro (peneliti dan pengajar senior UI) langsung dimoderatori Dr. Madia Patra Ismar, S.Sn., M.Hum., Wakil Rektor III Bidang Riset, Inovasi dan Pengabdian kepada Masyarakat IKJ.

Pemateri pertama, Dr. Indah Tjahjawulan mengulas perempuan berdasarkan paparan pribadi sehubungan garis keluarga dari kakek dan neneknya merupakan keturunan masyarakat (suku) Betawi yang menyertakan prinsip-prinsip budaya Betawi dimana perempuan menemui keterbatasan, antara lain dalam keseharian dan menentukan hidupnya (cita-cita), termasuk pandangan terhadap seni dan kesenian.

Dr. Julianti Parani menjelaskan kondisi ambigu (dualisme) Perempuan Cina Benteng dalam Pertunjukan Gambang Kromong di Tangerang. Ini merupakan salah satu pergerakan perempuan Cina Benteng, yang pada akhirnya ikut turun ngibing bersama dengan suami-suami mereka dan pada akhirnya berhasil ‘menyingkirkan’ para cokek. Kondisi ini mungkin sekarang sudah berubah lagi, seiring masyarakat Cina Benteng sendiri yang juga berubah terlebih saat pandemi. Mengomentari paparan ini, peserta webinar (audiens) berharap (melalui chat-room) agar ada kajian-kajian lanjutan tentang orang-orang Cina Benteng, Gambang Kromong dan Cokek di Tangerang yang lebih kekinian.

Dr. Ninuk Kleden memaparkan beberapa tontonan lenong baik lenong legenda hingga lenong jaman now, antara lain Nyai Dasima, Si Mirah dari Marunda dan juga Si Manis di Jembatan Ancol. Ketiganya kini digarap secara modern di abad 21. Di situ jelas betul bagaimana perempuan muncul dalam dunia pertunjukan melalui peristiwa-peristiwa adegan.

Beberapa pendapat diutarakan dari floor para peserta yang menyatakan stereotif memang harus ditangkis, dan Betawi jangan dipandang jelek melulu. Masalah Betawi tidak ada habisnya, tetap terus diekspos yang terkadang terjadi kesalahan sehingga melihat budaya Betawi itu sangat jelek. Bagaimana perempuan dalam keluarga mengatur dalam keluarga, dan menjadi perempuan mulia serta hubungannya dengan ‘sumur’ dan ‘dapur’, dimana perempuan Betawi dianggap sangat luar biasa memahami agama. Untuk semua masalah tersebut perlu ditelusuri dan diteliti mengapa laki-laki Betawi ‘banyak bininya’, perlu dicari alasannya dan jawabannya dalam agama dan seterusnya secara ilmiah.

Forum seri mini seminar perdana meeting of minds ini berlangsung seru dan cukup menarik meski cuaca hujan deras dan guntur cukup mengganggu suara dan kesinambungan sinyal. Dipenuhi tak hanya para dosen dan sivitas akademika IKJ, namun juga pelbagai tokoh budaya Betawi di Jakarta, serta tokoh seni dari negeri jiran, tetangga seberang.

Materi paper dan paparan serta rangkuman diskusi ini akan dirangkai dan diterbitkan dalam bunga rampai format e-book IKJ Press pada akhir tahun.

#IKJ

#IKJ

Sebarkan :
Daftar News