Pameran dan Diskusi “Daya Ubah Seni”
Dr. Seno Gumira Ajidarma, S.Sn., M.Hum, pengajar Sekolah Pascasarjana dan mantan Rektor (2016-2020) Institut Kesenian Jakarta, selaku Ketua Akademi Jakarta (AJ) memberikan pernyataan bahwa seni itu vital bagaikan udara, tidaklah mesti eksklusif, mahal, elitis, sulit dimengerti, dan apalagi terasing dari masyarakatnya sendiri, demikian dalam pembukaan acara AJ gelar program tahunan dan Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana (STA) tentang kemandirian pikiran, berikut pameran dan diskusi “Daya Ubah Seni” yang digelar di Teater Kecil Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki (24 /7).
Dimoderatori oleh anggota AJ Dr. Tisna Sanjaya M.Sch., acara tersebut menghadirkan empat komunitas yang sebagian merupakan warga kota, ibu rumah tangga dan anak-anak, yakni eks-Bioskop Dian, Ruang Reda, Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi dan Imah Budaya Cigondewah (Bandung, Jawa Barat) yang semuanya menggunakan seni sebagai media utama untuk menerjemahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, mengarsipkan ingatan, sebagai proses healing, saling belajar maupun sebagai pengikat untuk kesadaran kebersamaan.
Kegiatan komunitas ini salah satunya seiring dengan kondisi pandemi sebagai salah satu masalah yang perlu adanya upaya penanganan sinergis dari hulu ke hilir. Semisal keberadaan sungai di Bandung perlu diwaspadai sebagai salah satu mata rantai yang harus disikapi dengan tepat, dimana aliran sungai mengalir dari hulu menuju Sungai Citarum sebelum ke hilir melewati kota Jakarta menuju laut lepas dengan kemungkinan besar membawa bibit-bibit penyakit penyebab pandemi, mengenai masyarakat di sekitar sungai serta penggunanya.
Jeda waktu istirahat kemudian diisi dengan atraksi lukis selama kurang lebih satu jam oleh Tisna dengan menggunakan anggota AJ lainnya sebagai model, yakni Ratna Riantiarno aktris dan tokoh teater Indonesia, disaksikan para hadirin.
Dilanjutkan dengan Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana, kali ini mempersembahkan presentasi berjudul “Menaksir Kemandirian Pikiran untuk Menemukan Haluan” buah pikir Prof. Dr. Risa Permanadeli.
Lulus sebagai sarjana psikologi dengan peringkat cum laude di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1987), karier Risa sendiri dimulai saat dia menjadi peneliti di Penelitian dan Dokumentasi Pusat Tenaga Kerja dan Pengembangan YTKI (Yayasan Tenaga Kerja Indonesia), 1988-1990. Pada tahun 1989 dia ditunjuk menjadi Konsultan Proyek Bank Dunia tentang Program Pembiayaan sendiri untuk BLK (Badan Latihan Kerja – Pusat aprentice) di tujuh provinsi di Indonesia. Sempat menjabat dengan posisi Manajer Departemen Riset dan Pengembangan dan Kepala Sumber Daya Manusia The Jakarta Post (2000-2002), pendiri sekaligus Direktur Pusat Representasi Sosial sejak 2005 hingga kini ini sebelumnya adalah peraih gelar doktor berpredikat cum laude juga di Psikologi Sosial dari École des Hautes en Sciences Sociales (EHES), Paris (2000).
Prof. Melani Budianta, M.A, Ph.D. selaku pengantar presentasi, menjelaskan bahwa pemateri adalah pengajar di Universitas Indonesia dan juga merupakan anggota Laboratoire Eropa de la Psyhology Sociale, dari Maison des Sciences de l’ Homme, Paris, penelitiannya berfokus pada elaborasi pemikiran sosial dalam masyarakat non – Barat, khususnya di Indonesia.
Kuliah dihadiri audiens yang hampir memenuhi ruang Teater Kecil dengan khidmat menyimak penjelasan Risa yang menandaskan bahwa bangku sekolah adalah tempat paling strategis untuk menyemai pikiran dan kehidupan nyata harus menjadi laboratorium nyata yang memungkinkan penyemaian tersebut tumbuh menjadi common-sense baru yang akan selalu mengingatkan kita pada mimpi Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Ki Hadjar Dewantara dan para pendahulu yang pernah menyemaikan mimpi baik tentang Indonesia dengan cara elegan, bermartabat, serta menakar kembali keberanian menemukan haluan baru.