Sang Maestro Tari Seudati
Program Studi Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) Institut Kesenian Jakarta (IKJ) menggelar acara Launching Film Dokumenter berjudul Sang Maestro bertempat di Teater Luwes IKJ (21/10).
Film dokumenter tersebut mengetengahkan salah satu dosen tari paling senior di awal kelahiran IKJ saat masih bernama LPKJ, yakni: Marzuki Hasan yang kerap dipanggil Pak Uki.
Maestro tari (Seudati) Indonesia yang lahir dan besar di Gampong Meudang Ara, Blangpidie, Aceh Barat Daya di tahun 1943 itu mengalir darah seni yang begitu kuat. Melalui tari Seudati ia dapat mengungkapkan rasa beragama, etika, heroik, kritik, dan kebersamaan serta semangat pembangunan bangsanya, bukan sekedar hobi.
Memasuki tahun 1970, Uki sapaan akrab Marzuki pindah ke Jakarta dan bertemu dengan sesama seniman Aceh, aktif bereksplorasi tarian Aceh di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.
Pertemuannya tersebut membuatnya di tahun 1973 mulai menjadi pengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) saat itu, yang kini menjadi Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di LPKJ Marzuki mengajar mata kuliah Kesenian Aceh, khususnya Seudati dan seni vokal. Pelajaran seni vokal ini adalah hal utama dalam tari tradisional Aceh.
Tahun 1975, Marzuki pun menjadi dosen tetap di IKJ. Dari itulah ia menjadi sosok penting dalam seni tari Indonesia.
Di tahun 1980, Marzuki kembali ke Aceh dalam agenda penelitian dan kajian tentang seni tradisi Aceh. Ia kerap menemani rekan-rekan dan koleganya yang kemudian melakukan hal yang sama.
Tahun 1983, 1884, 1987, 1990 hingga 2020 Marzuki telah malang-melintang pulang pergi keluar negeri menjadi tamu undangan dalam setiap festival seni, festival kebudayaan, serta konferensi antar negara terkait dengan seni tari.
Ia memperkenalkan Seudati ke seluruh dunia, seperti Amerika Serikat, Afika, Paris, Italia, Inggris, Australia, Lebanon, Abu Dhabi, Kuwait, Qatar, Arab Saudi. Di Asia Tenggara sendiri, bukan menjadi hal yang berjarak lagi bagi Marzuki bertandang ulangkali hingga ke Cina, Korea dan Jepang, Filipina, Thailand, serta Brunei Darussalam. Terakhir lawatannya ke benua Eropa pada tahun 2017 serta untuk festival seni tari di New York dan Washington.
Marzuki adalah penari di Istana Negara sejak era Soeharto dan sampai dengan saat Presiden Joko Widodo sekarang. Ia menyambut para pejabat tinggi dan tamu kenegaraan dari berbagai negara sehingga diundang ke berbagai negara di Asia, Eropa dan Afrika dalam misi seni tari tradisional.
Sosoknya juga sering dicari dan dibutuhkan banyak orang terutama mahasiswa mana pun yang mengambil tesis atau kajian menyangkut dengan seni tari Aceh khususnya Seudati.
Ia pun disegani dan menjadi sosok penting di Institut Kesenian Jakarta, bahkan di dunia tari Indonesia dan dunia sampai dengan hari ini. Meski Marzuki telah berulangkali mohon izin untuk berhenti mengajar lantaran faktor usianya, namun para dosen di IKJ tetap memintanya untuk mengajar.
Pada tahun 2017 Marzuki menerima Anugerah Kebudayaan untuk kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaharu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Karya-karya Koreografi Marzuki antara lain: Tari Rampau –digubah bersama grup Cakra Donya (1978), Tari Hu, Tari Rampai Aceh, Tari Meusaboh Hatee. Sedangkan pertunjukan: tampil sebagai Penari Rampai Aceh pada Maestro Dialog Tari yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta.
*
Sumber Data/Kutipan (teks) dari: readers.ID
Link Galeri Indonesia Kaya:
https://m.youtube.com/watch?v=JQDxAk-92mo
https://www.instagram.com/p/CJVud1nAYkA/?utm_source=ig_web_copy_link
https://www.instagram.com/p/CJfUV1IAUKH/?utm_source=ig_web_copy_link