Subarkah Hadisarjana: Masa Purna Bakti di FSRD IKJ
Subarkah Hadisarjana, M.Sn pengajar “super” senior untuk Program Studi Desain Produk (Mode) Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Kesenian Jakarta yang sempat menjabat Wakil Dekan III Seni Rupa IKJ (2008) dan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, kini telah memasuki masa purna bakti pada bulan ini.
Terima kasih atas pengabdian yang begitu tulus🙏
Semoga bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami dapat kami terapkan dengan baik melalui karya maupun dalam kehidupan sehari-hari❤️
*
Profil:
Terlahir dengan nama lengkap Subarkah Hadisarjana Yoeswadi di kota Pare, Kediri, Jawa Timur pada tanggal 25 Juni 1958 adalah seorang seniman papan atas dari Indonesia, dikenal sebagai aktor film, juga banyak terlibat dalam pementasan teater, tak hanya sebagai pemain, namun juga sebagai penata rias, artistik, serta busananya di berbagai event dan pentas semenjak di Teater Populer, sebelum aktif di Teater Koma dan lain-lain hingga kini.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada tahun 2002 dan 2009, serta Wakil Dekan III Seni Rupa IKJ pada tahun 2008, selain sebagai salah satu dosen IKJ, kini mengajar di London School dan College of La Salle.
Bersama para maestro dunia panggung antara lain Teguh Karya, Wahyu Sihombing, WS Rendra, Arifin C Noer, Sardono W. Kusumo, bak “menyelam sambil minum air”, Subarkah acapkali belajar dobel selain sebagai pemain juga sekaligus merangkap menjadi penata rias (make up).
Debutnya yang berkesan baginya adalah saat mempunyai peran penting dalam pembuatan film “Penghianatan G30S PKI” (dirilis: 1984) yang berlangsung selama 2 (dua) tahun. Saat Subarkah dipercaya sebagai penata rias dalam film tersebut melalui surat dari negara yang diterima IKJ dan menyatakan di dalamnya bahwa Subarkah harus membantu negara, banyak hal dan kejadian yang memberikan banyak pelajaran yang sangat berguna di masa mendatang. Usai film tersebut, kegiatannya terus berlanjut dengan film “Djakarta 1966”, masih karya Arifin C Noer pula.
Mulai dari psikologi, sosiologi, antropologi hingga anatomi (dimana special effects dipelajari sampai anatomi jenazah), Subarkah membekali dirinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan untuk semakin meraih kemampuan terbaiknya dalam studinya yang semula mempelajari seni lukis (seni murni), akhirnya membaur dengan seni teater, tari, film dan kemudian fokus studi di bidang tata rias (desain mode). Ketertarikannya dengan dunia seni semenjak usia muda, menjadikan Subarkah pada akhirnya memiliki peran penting bagi perkembangan seni tata rias dalam sejarah Indonesia hingga kini, meski pun apresiasi terhadap penata rias di dunia akting dan pentas pada umumnya serta posisi dunia seni di Indonesia hingga kini masih jauh dari progres dunia.