Top
  /     /   Dosen IKJ

Dokumenter sebagai Metode Penelitian Tradisi Lisan

Gerson R. Ayawaila Kenalkan Dokumenter sebagai Metode Penelitian Tradisi Lisan dalam Diskusi Dwi Bulanan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL)

 

(Kamis, 28 Juli 2022) Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) sebuah organisasi nirlaba yang berkecimpung di bidang Kajian Tradisi Lisan, dengan fokus utama menangani Warisan Kebudayaan Takbenda di Indonesia menggelar diskusi dwi bulanan di Auditorium Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (Lantai 4) di Jalan Cikini Raya 73, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Diskusi ini mengundang Gerson R. Ayawaila, merupakan seorang dokumenteris dan dosen di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta, dan ketua Perkumpulan Program Studi Film dan Televisi Indonesia (PROSFISI) sebagai pembicara. Hadir sebagai moderator Dr. Madia Patra Ismar, S.Sn., M.Hum., ahli bidang tradisi lisan dan Wakil Rektor III, Bidang Riset, Inovasi, dan PkM Institut Kesenian Jakarta. Diskusi ini dibuka oleh Dr. Pudentia MPSS, selaku Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). 

 

Diskusi ini membahas tentang “Tarawangsa: Tradisi Ngabubur dan Ngalaksa dalam Etno Dokumenter”, Gerson menyampaikan bahwa adanya peluang penelitian berbasis etno dokumenter dalam Kajian Tradisi Lisan di masa mendatang, terutama sebagai media pencatat data formula sebuah tradisi. Dokumenter dalam penelitian etno dokumenter tidak hanya sebagai media, melainkan sebagai bagian dari proses meneliti masyarakat adat. 

 

Tarawangsa merupakan kesenian rakyat yang hidup di kalangan Masyarakat Sunda. Tarawangsa memiliki dua makna 1) alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi dan (2) nama dari salah satu jenis musik tradisional Sunda. Ritual Tarawangsa adalah syarat utama dalam ritual ngabubur dengan musik Tarawangsa menjadi syarat utama. Tarawangsa bukan hanya sebagai seni pertunjukan tetapi rangkaian ritual syukur pasca panen. Ritual ini dilaksanakan setiap 10 Suro saat satu dusun oleh keluarga besar setelah panen. Berlangsung selama 5 hari non-stop oleh masyarakat di lima dusun. 

 

Sebagai produk budaya, unsur mitos, legenda, dan sejarah akan selalu ada, tidak terkecuali Tradisi Tarawangsa. Pertanyaan mengenai objektivitas menjadi aspek penting mengingat posisi Gerson sebagai seorang peneliti sekaligus seniman, sinematografi. Aspek estetika menjadi pertanyaan penting.  

 

Menjawab pertanyaan tersebut sebagai seorang sutradara dan sinematografer, Gerson memberikan garis besar bahwa estetika dikembangkan hanya dalam proses editing visual. Dalam proses perekaman dilakukan melalui dokumentasi secara apa adanya. Hal itu yang menjadikan bahwa dokumenter menjadi penting sebagai metode perekam sekaligus pelestari budaya dalam hal ini tradisi lisan masyarakat yang mumpuni. 

 

Secara teknis, Gerson menerangkan bahwa dalam pendekatan etno dokumenter kamera digunakan sebagai media pengumpul data. Proses dokumentasi ritual sebagai perpaduan seni pertunjukan dan film dilakukan apa adanya. Sebelum pendokumentasian dimulai, dilakukan pengamatan mendalam terhadap materi tentang tradisi. Hal ini memperlihatkan adanya perpaduan berbagai disiplin keilmuan yaitu kolaborasi antropologis dan konsep filmmaker. 

 

Dalam proses penelitian tradisi lisan ini, proses perekaman ritual yang sah tidak boleh terputus. Peran sinematografi dalam hal ini sangat penting untuk diperhitungkan, sebab untuk menunjang orisinalitas proses perekaman suatu peristiwa dilakukan secara berkesinambungan tanpa interupsi. 

Proses pembuatan karya penelitian etnografi dengan seorang filmmaker dan penelitian tradisi, bukan sekadar shooting, melainkan perlu pendalaman teknik sudut kamera agar setiap ritual penting dan pesannya utuh. 

 

Di akhir diskusi Gerson menayangkan film dokumenter hasil penelitian “Tarawangsa: Tradisi Ngabubur dan Ngalaksa  dalam Etnodokumenter”. Diskusi ini berlangsung selama dua jam dan diakhiri dengan sesi foto bersama.

 

(Dok. & Penyusun: Bidang Riset, Inovasi dan PkM IKJ)

___

 

Gerson R. Ayawaila

Seorang dokumenteris dan telah menulis buku tentang film dokumenter yang berjudul “Dokumenter : dari Ide sampai Produksi” dan juga penyusun SKKNI film dokumenter, merupakan anggota Dewan Pengawas (Unsur Pendidikan) dalam Badan Perfilman Indonesia. Selain itu Gerson R. Ayawaila adalah ketua Perkumpulan Program Studi Film dan Televisi Indonesia (PROSFISI), dan Dewan Pembina Asosiasi Dokumentaris Nusantara serta anggota pengurus Asosiasi Tradisi Lisan. Profesi dan pengalamannya selaku sutradara film etnodokumenter dan PSA menjadikannya sebagai juri di berbagai ajang bergengsi seperti FFI, Eagle Award, TVRI Gatra, KPI, FSL2N, CILLECT, dll.

Saat ini kandidat doktoral ISI Surakarta ini tengah menjabat sebagai Wakil Dekan II, selain dosen tetap di Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ).

#IKJ

Sebarkan :
Daftar News