Top
  /     /  Pidato Wisuda

Prof. Dr. Primadi Tabrani (Wisuda IKJ 2004)

Penggalian Bahasa Rupa Tradisi untuk Keunggulan Senirupa, Film, TV, Indonesia Masa Depan
Prof. Dr. Primadi Tabrani

Pidato Ilmiah dalam Wisuda IKJ Tahun 2004

PENDAHULUAN

Dalam bahasakata ada kata dan tata bahasa. Dalam bahasarupa ada Wimba (image), dan padanan tatabahasa pada bahasarupa adalah cara-Wimba dan Tata Ungkapan. Ada Isi-wimba – apa yang digambar, jadi gambar kuda, isi-wimbanya ya kuda.

Dalam bahasakata tiap suku memiliki kata yang berbeda untuk menyebut benda yang sama. Misalnya kuda dalam bahasa Indonesia disebut paard dalam bahasa Belanda, Horse dalam bahasa Inggris, Uma dalam bahasa Jepang, Jaran dalam bahasa Jawa, dsbnya. Dalam bahasarupa representatip (bukan abstrak) gambar kuda di gua prasejarah Altamira Eropa, Aborigin Australia, kuda Arab atau India Amerika, kuda cukilan kayu di pintu primitip Afrika ataupun kuda relief di candi Borobudur, semuanya dengan mudah bisa dikenali oleh berbagai suku dari berbagai kurun waktu, sejak prasejarah, kini maupun masa depan. Jadi yang menarik dalam kajian bahasarupa adalah cara menggambarnya, disebut Cara-Wimba. Misalnya kuda yang bergerak akan digambar dengan bentuk yang dinamis dan blabar yang ekspresif.

Bahasarupa lahir sejak prasejarah, sedang bahasakata di prasejarah baru ada bahasakata lisan yang masih sangat sederhana. Bahasakata Tulisan baru diciptakan manusia di masa tradisi, namun bahasa belum membudaya, komunikasi masih belum banyak dengan gambar, Dimulai dengan gambar gua prasejarah, yang kemudian pindah ke dinding dan bidang perabot dimasa Primitip. Lalu kedinding candi dimasa Tradisi. Kesemuanya menunjukkan bahwa bahasarupa lebih membudaya daripada bahasakata. Pada candi Borobudur dan Prambanan misalnya, seluruhnya gambar-relief tanpa teks.

Ilustrasi oleh : Hafid Alibasyah, M.Sn. (Dosen Fakultas Seni Rupa – IKJ)

 

  1. LIMAS GAMBAR REPRESENTATIFLimas gambar representatip merupakan limas segiempat. Ke 4 rusuk tegaknya: Deskriptip, Stilasi, Ekspresip, Geometris, kesemuanya lebih merupakan segi teknis dari   gambar. Sedang ke 4 rusuk alasnya: estetis, simbolik, semiotik dan apa yang penulis sebut bahasarupa, yang lebih untuk menangkap makna gambar. Bila dalam bahasakata kita lebih dulu mengenal grammarnya untuk menangkap makna dan baru kemudian semiotik, dalam bahasarupa kita lebih dulu mengenal semiotik, sedang grammarnya tertinggal.Media yang bisa bercerita adalah media yang memiliki mattra waktu: drama, musik, tari, sastra, wayang, film, tv, dsb. Jadi bahasakata memiliki matra waktu, bagaimana dengan bahasarupa? Apakah ia memiliki matra waktu hingga bisa bercerita. Inilah yang menjadi masalah terpenting dari pembicaraan kita hari ini.

 

  1. GAMBAR NPM DARI BARAT 
    Yang sampai saat ini kita maksud dengan bahasarupa, pada umumnya adalah bahasarupa dari gambar yang menggunakan sistem NPM (naturalis-perspektip-momenopname) dari barat, yang melalui kolonialisme dan hegemoni barat kemudian berglobalisasi praktis keseluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Kaum sekolahan kita umumnya mengira bahwa sistem NPM merupakan satu-satunya cara untuk bersenirupa. Padahal senirupa tradisi Indonesia tidak pernah memakai sistem NPM. Sungguh suatu ironi bahwa sampai saat ini senirupa tradisi kita seperti relief Borobudur, wayang beber, cukilan bambu Kalimantan. Lukisan kaca Cirebon, gambar lentera Gresik, yang kesemuanya tidak menggunakan sistem NPM, kita apresiir dengan memakai teori teori yang mendukung sistem NPM dari Barat. Hal ini berbeda dengan pada tari tradisi, karawitan wayang, dsb yang merupakan seni tradisi yang masih hidup dan kita menilainya dengan ‘pakem’ kita sendiri dan tak perlu pinjam dari seni tari, drama, musik dari Barat.

 

  1. GRAMMARNYA SISTEM NPM
    Grammarnya sistem NPM : Menembak dari satu arah, satu tempat, satu waktu (‘ceklik’ seperti memotret), Menghasilkan gambar adegan yang merupakan gambar mati yang dwimatra, dimana wimba dipenjarakan dalam frame, hingga hanya mampu mendeskripsikan apa yang digambar. Jadi ada titik hilangnya: satu atau dua. Yang jauh tampak jadi kecil dan yang dekat tampak jadi besar. Diperoleh ilusi ruang, tapi kita kehilangan matra waktu yang dibekukan – diabadikan. NPM ini bukan hanya untuk karya dua dimensi (lukisan dsb), tapi pula untuk karya tiga dimensi (patung, dsb).Karena kehilangan matra waktu ini, maka ilmu untuk ‘membaca’ gambar NPM tidak berkembang, dan ilmu senirupa barat terjebak untuk mengkaji estetika, simbolik, dan kemudian semiotik, dan boleh dikata langka membicarakan bahasa rupa-grammar untuk gambar yang berdimensi waktu. (Hal ini akan jelas sebentar lagi).

 

  1. NEWTON DAN EINSTEIN
    Di tahun 1916 Einstein mencetuskan teori kerelatifan Umum. Einstein berpendapat bahwa ruang dan waktu merupakan dua bersaudara yang tak terpisahkan. Bagi Einstein bidang dua dimensi merupakan ruang waktu bermatra tiga: panjang-lebar-waktu atau ruang-waktu-datar (RWD). Benda tiga dimensi bagi Einstein merupakan ruangwaktu bermatra 4: panjang-lebar-tinggi-waktu atau ruang-waktu-lengkung.Fisika Newton menyebut bahwa bulan mengelilingi bumi dengan syarat bumi berhenti. Tapi kita semua tahu bahwa bumi tidak berhenti, jadi teori grafitasi Newton sebenarnya didasarkan pada suatu permulaan yang salah. Namun fisika Newton besar sekali pengaruhnya di Barat sampai saat ini (lebih dari 300 tahun sejak diterbitkannya buku Newton ‘principia’ di tahun 1687.Bagi Newton bidang dwimatra hanya memiliki matra panjang dan lebar tanpa matra waktu. Benda tiga dimensi hanya memiliki matra panjang-lebar-tinggi, tanpa matra waktu. Baru belakangan ini kita mulai menyadari bahwa sebagian besar dari teori teori senirupa barat kuat sekali dipengaruhi Newton. Misalnya lukisan lukisan yang jadi stillpicture dan patung yang diam tak bergerak. 
  1. RESAH DAN RISI
    Resah dan risi mengenai masalah tsb, sekelompok peneliti di FSRD-ITB melakukan penelitian jangka panjang: 1981-1991, bahwa penelitian mengenai bahasarupa gambar anak telah dimulai ditahun 1969. Penelitian membenarkan dugaan sejumlah pakar pendidikan senirupa anak bahwa bahasarupa gambar prasejarah, primitip dan anak anak sangat mirip satu dengan lainnya, oleh sebab itu penulis sebut sebagai bahasarupa gambar pendahulu.Hal ini juga cocok dengan teori ‘Biogenetik’ yang menyebut bahwa masa tumbuh kembang suatu species dimasa mudanya (ontogeny) akan merangkum dengan pencepatan masa-masa permulaan species (phylogeny), sedang masa pertumbuhan selanjutnya akan terpengaruh oleh lingkungan dan latar belakang budaya.Merangkum dengan percepatan ini terjadi sampai usia anak sekitar 12 tahun. Baru setelah itu pertumbuhan senirupa anak akan berkembang dengan lebih terpengaruh latar belakang budaya hingga berkembanglah senirupa tradisi yang berbeda satu dengan yang lain. Walaupun demikian bahasarupanya – grammarnya ternyata masih lebih dekat dengan bahasarupa gambar pendahulu. Oleh sebab itu penulis sebut kesemuanya itu sebagai bahasarupa gambar tradisi.Karena pengaruh kolonialisme sebagian dari gambar tradisi jadi gambar peralihan menuju ‘modern’ dan gambarnya beralih jadi menggunakan sistem NPM barat. Namun sebagian gambar tradisi tetap lebih dekat bahasarupanya dengan gambar pendahulu dan menggunakan sistem menggambar yang penulis sebut ruang-waktu-datar.

 

  1. GRAMMAR NPM VERSUS RWD
    Sistem RWD memiliki grammar-bahasarupa yang berbeda dengan sistem NPM. Sistem RWD menembak dari aneka arah, aneka jarak, aneka waktu,; menghasilkan gambar sekuen yang bermatra tiga (ruang-waktu-datar) dan bisa terdiri dari beberapa adegan, beberapa latar, dimana objek digeser dan bergerak dalam ruang dan waktu, hingga sekuen bisa bercerita lebih panjang. Gambar RWD memang digunakan untuk bercerita.

 

  1. LAHIRNYA BAHASARUPA: TULISAN BELUM MEMBUDAYA
    Bila kita ingin menemukan bahasarupa gambar masa kini dalam masyarakat yang kompleks dimana tiap suku/bangsa memiliki latar belakang budaya yang berbeda, tentu akan sangat sulit. Oleh sebab itu mari kita rekonstruksi kelahiran bahasarupa, saat tulisan belum membudaya, atau belum ditemukan.7.1   Bahasarupa Gambar AnakBerbeda dengan gambar ‘orang dewasa’ yang terpengaruh barat dengan sistem NPMnya, maka gambar anak tidak demikian. Buat anak menggambar adalah bercerita, jadi ia belum menggambar untuk keindahan. Bahwa ada gambar anak yang kemudian orang dewasa sebut indah, adalah hasil tambahan, bukan tujuan anak menggambar. Anak tak suka close-up, hampir semua wimba digambar dari kepala sampai kaki, jadi anak ‘bercerita’ dengan gesture. Sesuatu yang penting akan diperbesar. Jadi bunga yang penting untuk diceritakan akan digambar lebih besar dari manusia. Karena gambar untuk bercerita, maka semua wimba ‘digeser’ seluruhnya/sebagian agar tampak dan bisa diceritakan. Digesernya bisa horisontal, bisa vertikal, atau apa yang orang dewasa sebut sebagai ‘rebahan’. Bila sesuatu yang ada didalam rumah penting untuk diceritakan, maka rumah akan digambar dengan cara Sinar-X. Suatu wimba akan digambar dari tampak paling karakteristik hingga mudah dikenali. Binatang umumnya digambar tampak samping, tapi bila tanduknya panjang dan lebar, maka tanduk digambar tampak muka, hingga anak menggambar dengan cara aneka tampak. Bila ada kerbau ekornya dua, itu bukan binatang jadi jadian, tapi ekornya bergerak, jadi anak juga menggambar dengan aneka waktu. Wimba yang sama bisa muncul beberapa kali dalam gambar (cara gambar). Gambar yang berkesan datar bisa terdiri dari beberapa lapis latar, dimana tiap lapis memiliki ruang dan waktu yang berbeda.Jadi gambar anak menggunakan sistem RWD seperti pula gambar pendahulu dan gambar tradisi.Yang menarik, anak ‘bisa sendiri’ tak ada yang mengajarkan, bahkan gurunyapun sudah jadi ‘orang dewasa’ yang menggambar dengan sistem NPM. Yang lebih menarik: grammar bahasarupa anak ini dimana-mana dari dulu sampai sekarang mirip satu dengan yang lain. Yang lucu, bila kita rajin dan mau mendatanya, maka akan ditemukanlah bahasarupa gambar anak tersebut.7.2   Bahasarupa Gambar Prasejarah, Primitip, TradisiCerita tentang lahirnya bahasarupa gambar prasejarah, primitip juga sama dengan gambar anak. Sungguh menarik untuk menemukan bahwa bahasarupa gambar pendahulu (prasejarah-primitip-anak) dan gambar tradisi, sangat mirip satu dengan yang lain, dan kesemuanya penulis sebut sebagai bahasarupa gambar tradisi.

 

  1. GRAMMAR : CARA WIMBA DAN TATA UNGKAPAN
    Cara wimba dan Tata Ungkapan merupakan grammar-nya bahasarupa. Ada dua Tata ungkapan. Tata ungkapan dalam adalah untuk menyusun berbagai wimba dengan cara wimbanya dalam suatu gambar hingga gambar bisa bercerita. Misalnya bunga yang digambar lebih besar dari manusia, maksudnya bunga yang penting. Tata ungkapan luar adalah untuk membuat kesinambungan cerita antara gambar yang satu dengan yang berikut pada suatu rangkaian gambar: relief, komik, film, dan sebagainya. Misal bila pada gambar yang satu peristiwa terjadi di dalam ruang, sedang pada gambar berikut terjadi di luar ruang, maka tata ungkapan luarnya adalah peralihan ruang dan waktu.

 

  1. MANFAAT BAHASARUPA TRADISI UNTUK MASA DEPAN
    Penelitian ini telah mengkaji bahasarupa relief Borobudur, Wayang Beber, Gambar anak. Kemudian temuan penelitian ini telah dimanfaatkan untuk berbagai penelitian lainnya, seperti penelitian bahasarupa gambar cadas prasejarah di kepulauan Kei Kecil, dan kini untuk gambar cadas prasejarah diKalimantan. Diteliti pula bahasarupa relief berbagai candi lainnya di Jawa. Diteliti lukisan lentera Jawa Timur, lukisan Kaca, Wayang Kamasan Bali dan ada yang sedang memanfaatkannya untuk meneliti bahasarupa wayang kulit. Digunakan pula untuk meneliti bahasarupa iklan televisi. Telah dimanfaatkan pula untuk berbagai karya animasi, komik, CD interaktif. Telah diteliti pula film film Garin, dan ternyata secara intuitip Garin banyak menggunakan bahasarupa tradisi, hingga film Garin ‘tampil beda’ dan dinilai memiliki ‘kekhasan’ dan identitas.Untuk masa depan para sineas kita tak perlu hanya berbelanja dari perbendaharaan bahasarupa barat, tapi pula dari perbendaharaan bahasarupa tradisi. Bila dulu Picasso dan Garin masih intuitif, maka sineas muda kita bisa lebih ‘kaya’ karena ‘teorinya’ sudah ditemukan.Banyak sekali yang bisa dimanfaatkan untuk senirupa Indonesia masa depan: komik, lukisan, patung, instalasi, foto, essay foto, tv, film, animasi, multimedia, dsbnya.Dengan munculnya digital editing dimana stockshot dengan sistem NPM, tapi editingnya sebenarnya memerlukan ‘ilmu’ bahasarupa tradisi yang menggunakan sistem RWD. Sistem ini baru lahir, dan dengan sedikit perkecualian belum diajarkan di perguruan senirupa kita. Apa yang dilakukan oleh para digital editor kita saat ini baru memanfaatkan estetika barat: keseimbangan, kesatuan, irama, dsbnya saat editing. Padahal dengan ilmu bahasarupa masalahnya jadi lebih sederhana dan pesannya bisa lebih jitu.

 

  1. KESIMPULAN & PENUTUPAN 
    Marshall McLuhan pakar komunikasi Amerika menyebut bahwa teori kerelatifan Einstein ditahun 1905 menyebutkan bahwa ruang Newton yang uniform jadi semata ilusi bagaimanapun berguna. Einstein membunyikan lonceng kematian bagi ruang Newton yang continuous/rasional. Sementara itu Stephan Hawking, fisikawan kontemporer yang brilyan menyebut bahwa dalam teori kerelatifan khusus, ruang dan waktu merupakan wadah dimana kejadian berlangsung dan tidak ikut berinteraksi, sedang dalam teori kerelatifan umum, ruang dan waktu jadi dinamis yang bila suatu objek/gaya bergerak/bekerja maka lengkung ruang dan waktunya akan terpengaruh dan sebaliknya.Dalam bahasa populer teori kerelatifan umum Einstein berbunyi: Tiap objek di alam memiliki ruang dan waktunya sendiri sendiri yang tidak persis sama satu dengan yang lain, namun objek-objek tersebut bisa berada bersama sama dalam sebuah tema. Bukankah sistem RWD dalam konsep bahasarupa tradisi, misalnya relief cerita candi Borobudur pani no. 49, adalah ‘kata’ yang lain dari RWD dalam konsep fisika modern? Mengapa para seniman dunia masih bernostalgia dengan Newton? Bukankah kini eranya Einstein? Bukankah dalam era global ini suatu karya tak cukup bila sekedar memenuhi standar Internasional, tapi perlu sekaligus memiliki warna lokal !!. Bukankah warna lokal masih hidup dalam senirupa tradisi kita dan dengan temuan bahasarupa tradisi.

Lengkaplah senjata kita. Mengapa seniman Indonesia tidak berusaha memanfaatkan fakta fakta ini untuk mencoba maju dengan melompat daripada hanya jadi ‘pengikut’ barat seperti yang terjadi selama ini ???

Semoga IKJ dengan FFTV-nya akan berani maju dengan melompat, hingga apa yang digagas Garin bisa berkembang jadi revolusi ‘New Wave’ Indonesia.

Semoga. Terimakasih.

Sebarkan :

Daftar News