Dr. Iwan Gunawan, S.Sn., M.Si. (Wisuda IKJ 2012)
Menuju Sistem Pendidikan Kesenian yang Organik
Dr. Iwan Gunawan, S.Sn., M.Si.
Pidato Ilmiah dalam Wisuda IKJ Tahun 2012
Para hadirin yang saya muliakan,
Seorang pelajar sudah dari awal diposisikan dalam suatu jalur yang tertentu. Jalur yang ditempuh seorang pelajar sejak usia dini tersebut akan terus digelutinya seumur hidup. Melanjutkan proses itu, memang ada sistem di dunia profesi yang mengharuskan seseorang melalui tingkatan tertentu dalam pendidikan menuju peningkatan karir. Seorang profesional memang harus melewati jalur tersebut. Sistem pendidikan barat yang kita warisi sekarang, memang bermula dari kebutuhan industri di masa revolusi industri. Sistem pendidikan tinggi – termasuk perguruan tinggi seni – sedikit banyaknya juga turut mendukung sistem pendidikan linier ini. Profesi-profesi di bidang seni tampaknya sudah dapat dibakukan sehingga sudah bisa direncanakan suatu program pendidikan yang kiranya akan dapat “mencetak” tenaga kerja di bidang-bidang seni yang terbakukan tadi.
Di sisi lain, perubahan yang terjadi dalam lima tahun terakhir ini sangat mengagetkan dengan munculnya peralatan yang semakin mempermudah akses ke dunia maya. Saat ini, anak-anak bisa belajar di mana saja melalui internet, dengan laptop, I-pad, smartphone, Blackberry, dan alat-alat canggih lainnya. Cara pandang terhadap dunia belajar menjadi berbeda. Anak-anak kita dengan dorongan rasa keingin-tahuannya yang besar bisa mencari sendiri berbagai informasi, dan pengetahuan melalui berbagai gadget. Pengetahuan sudah berada dalam genggaman anak-anak yang beruntung memiliki alat untuk mengaksesnya. Dengan dasar kesamaan minat, kemudian anak-anak berkelompok dan berdiskusi mengembangkan minat mereka dengan bantuan pengetahuan yang didapatnya dari internet tersebut. Bukan hanya sekedar membaca secara pasif. Anak-anak sekarang dengan pengetahuan medianya sudah masuk ke dalam budaya “baca-tulis” di dunia maya. Dalam budaya ini, masyarakat berpartisipasi dalam pembentukan dari kebudayaannya. Artinya, anak-anak kita secara kreatif menulis ulang teks-teks yang didapatnya dari dunia maya untuk kemudian diunggah menjadi suatu teks yang baru. Berbeda dengan budaya “baca” pada media-media cetak yang hanya membuat si pembaca menjadi konsumen dari kreativitas, di dunia maya, mereka menjadi kreator menggunakan media-media baru untuk menyalurkan ekspresi dan kreativitasnya.
Ilustrasi di atas memperlihatkan adanya proses learning (belajar) dan proses educating (mendidik). Proses learning bersifat organik, sementara proses educating bersifat linear. Bagi sebagian besar orang sistem pendidikan (linear) lebih cocok. Jika kita ingin menjadi profesional seperti dokter dan pengacara, kita harus belajar secara formal dalam jenjang dan jalur yang jelas. Sistem pendidikan ini memaksa kita untuk berjalan lurus dalam pendidikan. Sementara, sebagian lain merasa tidak nyaman dengan proses tersebut. Mereka belajar sesuatu hal karena menginginkannya. Mereka juga merasa bebas untuk belajar apa saja tidak melulu dalam topik-topik yang linear.
Saat sekarang ini mungkin sulit memutuskan mana yang lebih benar. Tidak ada yang lebih benar karena semua bergantung kepada individu. Sebagian anak memang perlu untuk belajar dengan suatu sistem yang ketat dan jelas arahnya sementara sebagian yang lain adalah pribadi yang “mampu” belajar sendiri.
Kehidupan memang sebenarnya tidak linier, melainkan organik karena manusia adalah makhluk yang organik. Menjalani suatu proses dari era teknologi informasi menuju era kreativitas, kita sedang dihadapkan pada suatu kemudahan mengakses berbagai informasi global. Selanjutnya pemanfaatan media-media baru akan menjadi jalan dalam menumbuhkan kreativitas baru yang bermanfaat bagi kehidupan.
Alangkah idealnya kalau sistem pendidikan kita juga dibangun dengan kesadaran pentingnya pengembangan proses learning (belajar) bagi anak-anak.
IKJ sebagai institusi pengembang wacana kesenian, yang tentunya memiliki sisi kreativitas yang sangat tinggi, sangat sadar akan pentingnya seorang mahasiswa belajar secara organik. Perguruan tinggi seni seperti IKJ, tidak cukup hanya memposisikan diri sebagai lembaga yang menyiapkan sumber daya manusia untuk masuk ke dalam ban berjalan proses kerja dalam industri. Dengan memberikan keleluasaan lebih kepada mahasiswa untuk membentuk dan menumbuhkan keunikan pribadi dirinya dengan beragam pengetahuan maka mahasiswa akan disiapkan menjadi individu pengembang kreativitas. Seringkali kita menuntut mahasiswa (kesenian) untuk tidak tunduk pada industri. Konsekuensinya kita harus membiasakan mereka untuk bersikap kreativ mengembangakan potensi diri sehingga bisa menjadi landasan untuk menciptakan siklus industri kreatif yang baru. Bakat-bakat yang beragam dari mahasiswa bisa saja tidak tertampung dalam linearitas disiplin-disiplin ilmu yang disediakan.
Untuk bisa membuat film animasi yang baik misalnya, seorang mahasiswa tidak cukup dibekali hanya dengan ketrampilan menggambar. Ia membutuhkan pengetahuan dari disiplin ilmu sastra, film, musik dan teater. Pendidikan film animasi memang sudah bisa menjadi model pendidikan lintas disiplin, namun tetap saja, di dalamnya bisa terjadi seorang mahasiswa memiliki kecenderungan yang berbeda. Potensi itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan membolehkan mahasiswa membentuk dirinya lebih unik, membiarkan mahasiswa melakukan proses belajar sesuai minat dan dorongan dan gairah pribadinya, maka potensi pengembangan kreativitas itu akan lebih terbuka.
Keterbukaan sikap dalam belajar ini juga menguntungkan mengingat pesatnya perkembangan teknologi media. Dunia animasi selalu mengalami perkembangan dalam tehnik pembuatan, media, dan fungsinya. Pertumbuhan industri film menumbuhkan keterampilan baru dalam special effect yang saat ini sebagian besar menggunakan tehnik animasi di samping film animasi itu sendiri. Ketika menciptakan animasi untuk industri games seorang animator harus memahami platform dari game itu sendiri dan menggunakan tehnik-tehnik tertentu yang membuat games tersebut menjadi sangat realistis. Animasi juga sekarang muncul pada telepon seluler, dan untuk membuat animasi dalam aplikasi ini dibutuhkan sedikit pergeseran pemahaman dalam konsep animasi. Kepopuleran media internet juga memicu meluasnya penggunaan media ini untuk animasi. Tanpa kebebasan sikap belajar seorang mahasiswa (animasi) tidak akan bisa mengejar pesatnya industri animasi yang dipengaruhi industri media. Suatu bidang memang bisa dilihat dari berbagai segi dan disiplin. Pendekatan multi perspektiv terhadap suatu maslah akan emunculkan kreativitas baru karena kreativitas pada dasarnya lebih sering muncul akibat interaksi dari berbagai cara (disiplin) dalam memandang permasalahan.
Sudah banyak perguruan tinggi seni ataupun desain yang tumbuh dengan kurikulum yang sangat berorientasi pada industri – menyiapkan sumber daya manusia di bidang kreativ untuk masuk ke dalam proses industri. IKJ sebagai suatu perguruan tinggi yang lahir dari suatu idealisme dan kesdaran akan perlunya penyeimbang terhadap dinamika kota besar, sepatutnya tidak hanya memposisikan diri melahirkan pekerja seni yang akan bisa langsung masuk ke dalam sistem industri. IKJ harus juga bisa berfungsi sebagai pusat pengembangan wacana dan pusat pengembangan penciptaan kesenian yang terbuka dan lintas disiplin.
Sikap terbuka (lintas disiplin) dalam belajar ini juga sebaiknya dikembangkan lebih jauh dan dibuka luas melintasi perguruan tinggi internasional. Dengan wacana ini, sistem pendidikan dan pembelajaran harus disiapkan sedemikian rupa sehingga mahasiswa bisa mudah merancang program pendidikannya sendiri. Tembok administratif harus dibongkar diganti dengan fleksibilitas sistem kredit yang mudah diakses melintasi program-program studi, melintasi perguruan tinggi – perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
Kerja-sama antar perguruan tinggi seni dalam sistem pendidikan dan melakukan praktek kesenian bersama dari perguruan tinggi seni internasional akan saling menyumbangkan jalinan nilai-nilai budaya lokal masing-masing yang berpotensi mengglobal. Jaringan perguruan tinggi seni di dalam dan luar negeri pada akhirnya akan menyumbangkan nilai-nilai budaya baru yang kontekstual, diwujudkan lewat produksi karya seni. Melihat pentingnya peranan kesenian sebagai material yang merajut nilai-nilai budaya yang bergeser dari panutan terhadap nilai-nilai tradisi kepada nilai-nilai global, sudah waktunya kita sebagai perguruan tinggi berfikir untuk menyumbangkan kreativitasnya untuk turut merajut nilai-nilai budaya global tersebut. Nilai-nilai lokal yang selama ini disebarluaskan melalui media-media tradisional, cerita rakyat, tarian, batik, pertunjukan wayang dan lain-lain bisa disumbangkan lewat suatu penciptaan karya seni yang baru dan media baru.
Semoga hal ini bisa tercapai.
Terakhir, perkenankan saya memberikan ucapan selamat kepada mantan mahasiswa beserta keluarga yang pada hari ini hadir disini.