Dr. Ing. Fauzi Bowo (Wisuda IKJ 2011)
Pidato Ilmiah Gubernur DKI Jakarta
Dr. Ing. Fauzi Bowo
Pidato Ilmiah dalam Wisuda IKJ Tahun 2011
Assalamualaikum Wr Wb,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yth. – Ketua dan anggota Senat Akademik IKJ;
- Sivitas Akademika IKJ dan Para Orang Tua Wisudawan yang saya banggakan;
- Para Pejabat Pemprov DKI Jakarta, DKJ, Akademi Jakarta dan PKJ TIM;
- Para Wisudawan Program S1 dan S2 IKJ;
- Undangan yang berbahagia.
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas berkah, limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat menghadiri acara Wisuda Sarjana Sivitas Akademika IKJ Program S1 dan S2 Tahun 2011.
Saya merasa bangga dan terhormat dapat hadir pada acara ini, sekaligus menyampaikan ucapan terima kasih karena diminta menyampaikan Visi Budaya, dengan topik “Kota Tua Jakarta, Sebagai Pusat budaya dan Kluster Industri Kreatif Visi Strategis Pengembangan Jakarta Utara”.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan refleksi sejarah dan suatu visi kedepan mengenai pengembangan kesenian di Jakarta, khususnya yang menyangkut visi masa datang Kawasan Kotatua Jakarta, yang diproyeksikan berdasarkan visi strategis pengembangan Industri Kreatif Indonesia serta Peranan Strategis Seni di lingkungan Urban Jakarta masa datang. Jakarta, tempat yang kita cintai ini, bukan sekedar kota biasa. Selain ibu kota politik, Jakarta punya sejarah yang sangat dinamis, dan dibeberapa masa sangat dramatis dan tragis. Namun dalam rangkaian peristiwa sejarah yang panjang ini, kita selalu menemukan bahwa kesenian selalu mempunyai tempat yang hakiki dalam kehidupan sehari hari warganya. Kesenian, merupakan wujud aktualitasi diri maupun aktualisasi suatu komunitas, terwujud dalam suatu gaya hidup, dalam hal ini gaya hidup urban. Kesenian membantu warga menghadapi aneka warna pengalaman hidup, suka dan duka, dalam perjuangan dan doa, dan dalam berbagai kesempatan dimana kita semua merasakan suatu kebersamaan.
Ketua dan anggota Senat Akademik IKJ, para Wisudawan dan Orang Tua Mahasiswa IKJ Program S1 dan S2 yang saya hormati,
Sejarah mencatat, bahwa kota metropolitan Jakarta bermula di Abad 16 dari sebuah Bandar kecil di muara Ciliwung, yang dikuasai oleh Kerajaan Sunda, Pajajaran, yang diberi nama Sunda Kalapa.
Sejak Abad 16, Sunda Kalapa telah dicatat dalam jurnal para nahkoda Eropa, dan menjadi persinggahan para pelaut dan saudagar yang berniaga sepanjang pantai utara Jawa, terus ke timur sampai Sulawesi, Maluku dan Papua, serta ke Barat menuju Pantai Timur Sumatera, Selat Malaka, Indo China, pantai selatan India dan Asia Tengah berakhir di Timur Tengah. Dari sejak awalnya, Sunda Kalapa telah menjadi Bandar Internasional yang memberi warna multi-kultur dalam pengembangan budaya warganya, hal ini berlangsung terus sampai sekarang. Pada tahun 1527, Fatahillah menyerang benteng dan pos dagang Portugis di muara Ciliwung, yang telah mendapat konsesi Pajajaran, dan tokoh Muslim ini kemudian mendirikan Jayakarta sebagai Bandar Perdagangan Internasional yang baru. Sejak waktu itu, kota ini tidak pernah berhenti mengalami persaingan dan pertarungan politik dan perdagangan. Jayakarta menjadi Bandar yang terbuka bagi para pedagang dan musafir dari Nusantara, Asia dan Manca Negara. Tahun 1596 armada Belanda pertama berlabuh di Jayakarta, dan Tahun 1602 para saudagar Belanda mendirikan VOC yang melalui berbagai taktik dan perselisihan dalam waktu singkat dapat menguasai dan meratakan Jayakarta, dan membangun benteng yang kemudian berkembang menjadi kota seluas 700 hektar. Kota ini diberi nama Batavia oleh Jan Pieterzoon Coen pada tahun 1619, dan dirancang seperti Amsterdam yang dikelilingi kanal kanal. Sungai Ciliwung diluruskan dan kanal besar itu kita kenal sekarang sebagai Kali Besar. Batavia kemudian diperluas kearah timur, selatan dan barat, dengan pusat kota di Stadhuis Plein yang sekarang dikenal sebagai Taman Fatahillah. Pada Abad 17 Batavia menjadi kota kolonial yang cantik, sehingga diberi julukan Koningin van het Oosten atau The Queen of the East. Kawasan yang cantik itu adalah yang sekarang kita kenal sebagai Kawasan Kotatua Jakarta.
Batavia memang terbentuk dari gejolak persaingan serta konflik politik dan ekonomi, namun sementara itu terjadi hal lain yang menarik dan terus memberi warna khas pada Jakarta sampai saat ini, yaitu perkembangan seni budaya yang dinamis dan kaya. Para penguasa, saudagar, ulama, pendeta dan musafir yang datang selalu membawa adat istiadat termasuk keseniannya. Kesenian ini bercampur dengan budaya lokal masyarakat Betawi, yang terus menerus menerima pengaruh baru dan gagasan gagasan baru. Maka terjadi dua hal yang menarik, masyarakat Betawi yang selalu mengembangkan bentuk keseniannya dan sebaliknya, masyarakat pendatang yang bermukim di Batavia yang ingin tetap hidup dalam budayanya namun perlu menyesuaikan diri dengan keadaan setempat. Ini adalah suatu perkembangan masyarakat multi-kultural yang sesungguhnya, yang terwujud melalui interaksi budaya serta sikap toleransi dalam berkesenian, beragama dan beradaptasi dengan hal baru. Jakarta adalah sebuah cultural melting pot sudah punya sejarah panjang menerima dan menciptakan hal baru, terlihat dari berbagai bentuk seni musik, seni tari, seni teater, seni busana, seni visual dan seni kuliner serta berbagai bentuk seni lain yang berakar dari banyak pengaruh Nusantara dan Manca Negara. Dari awal perkembangannya, Jakarta selalu mempunyai tempat bagi orang yang mau menjalankan adat istiadatnya masing masing, termasuk dalam hal beragama. Warga Jakarta terbiasa beradaptasi dengan hal baru dan terlatih menghadapi perubahan, serta kreatif mengatasi masalah hidupnya. Inilah kekayaan karakter kosmopolitan warga Jakarta yang diwarisi dari sejarah kotanya yang dinamik dan terbuka.
Ketika VOC bangkrut 1799, Kerajaan Belanda mengambil-alih Hindia Belanda, dan Batavia dikembangkan lebih jauh ke arah selatan. Pada masa itu Kawasan Kota Tua sudah kehilangan pamornya, dan julukan The Queen of the East tidak lagi dipakai. Rumah rumah mewah dibangun sepanjang Moilenvelt yang lebih sehat dan lapang dengan sungai lebar yang diapit dua jalan, sekarang adalah Jalan Hayam Wuruk dan jalan Gajah Mada. Bagian utara Batavia yang makin padat kerap diserang wabah sampar dan terkenal sebagai het graaf der Hollanders atau kuburan orang Belanda. Pamor wilayah ini makin berkurang ketika Daendels membangun Batavia Baru berpusat di Koningsplein , sekarang Lapangan Merdeka, dan kemudian dikembangkan ke arah Waltevreden, yang sekarang dikenal sebagai daerah Gambir-Pejambon, serta Waterlooplein, yang pernah dikenal sebagai Lapangan Singa dan sekarang dikenal sebagai Lapangan Banteng, yaitu sebuah alun alun yang dikelilingi gedung gedung megah. Ketika masa industrialisasi dimulai di Hindia Belanda, pelabuhan lama dianggap tidak memadai, sehingga dibangun pelabuhan kapal api baru Tanjung Priok yang punya stasiun kereta api. Kota Tua berubah menjadi kawasan industri serta pusat perdagangan etnik Cina dan kampung kampung permukiman pribumi serta pelabuhan kapal tradisional pinisi.
Ketua dan anggota Senat Akademik IKJ, para Wisudawan dan Orang Tua Mahasiswa IKJ Program S1 dan S2 yang saya hormati,
Kawasan Kota Tua menjadi kumuh kecuali daerah sekitar Javasche Bank, sekarang Museum Bank Indonesia, Stasion Kota, N.V. Nederlandsche Handel Maschappij, sekarang Museum Bank Mandiri, dan bank bank swasta serta kantor kantor dagang sekitarnya. Sebaliknya, sepanjang Molenvelt serta Koningsplein serta Waterlooplein dan sekitarnya menjadi kota baru yang indah, dengan jalan jalan yang lebar dan gedung neo klasik yang megah. Wilayah Kota Baru Batavia dilengkapi dengan gedung penunjang kegiatan seni budaya yang mencerminkan peradaban kota besar Eropa waktu itu yaitu Het Bataviasch Gennootschap van Kunsten en Weten shapen, lembaga ilmu pengetahuan dan seni terkemuka di Asia yang sekarang menjadi Museum Nasional serta Staat Schouwburg, yang dibangun 1821 dan tahun 1835 mementaskan Othelo, karya William Shakespeare. Kelengkapan urban lain yang menarik adalah naahctmarkt atau pasar malam yang meriah di daerah Waltervreden, yang diselenggarakan setahun sekali. Pasar Gambir dihidupkan kembali menjadi Jakarta Fair tahun 1968. Pada tahun 1885, Raden Saleh membangun rumah dan halaman luas, yang dilengkapi gedung opera kecil. Di halaman yang asri inilah inilah lagu lagu Strauss kerap dimainkan. Halaman kediaman Raden Saleh kemudian dihibahkan kepada Yayasan Queen Ema, yang kemudian membangun Rumah Sakit Cikini. Sebagian lagi diserahkan kepada pemerintah,dan sekarang sekarang menjadi Taman Ismail Marzuki, Institut Kesenian Jakarta serta SMP Negeri I. Kelembagaan Seni budaya sebagai kelengkapan Peradaban Kota telah lama dibangun di Jakarta, dan terus menjadi kebutuhan warga Jakarta hingga saat ini.
Ketika Masa Presiden Soekarno, pembangunan lebih diarahkan ke selatan, antara lain dengan pembangunan Gedung RRI, Gedung Bank Indonesia, Monumen Nasional, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi dan Kompleks Olah Raga Senayan. Selanjutnya, pada masa Orde Baru, Ali Sadikin memperluas akses ke Kebayoran Baru dengan memperlebar Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin yang menjadi tempat bergengsi bagi lembaga keuangan dan Bank-bank. Kawasan Kota Lama makin ditinggal oleh perusahaan dagang, bank dan perusahaan jasa keuangan. Ketika pada awal Orde Baru industri industri juga pindah ke tempat yang lebih luas di Bekasi dan Tanggerang, lengkaplah eksodus bisnis dari Kota Tua Jakarta. Pengusaha yang masih mempunyai bangunan, membiarkan bangunannya rusak dan tidak terawat, sehingga pada waktu waktu tertentu sebagian wilayah ini menjadi angker seperti ghost town. Pelajaran yang kita dapat adalah bahwa kawasan ini tidak lagi sesuai untuk usaha dan industri manufactur maupun industri jasa konvensional. Kotatua Jakarta yang pernah punya masa gemilang, telah ditinggalkan oleh penduduk dan para pemangku kepentingannya. Pelajaran lain adalah bahwa sebuah kota akan hidup dan menarik kalau ada penduduk yang mendapat sumber hidup dari kegiatan di kota itu. Beberapa upaya telah dilakukan untuk membawa kembali kehidupan kota yang menarik di Kotatua Jakarta. Gubernur Ali Sadikin telah membersihkan dan mengosongkan beberapa bangunan penting di kawasan tersebut. Gedung gedung tersebut dijadikan Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik dan Museum Bahari. Selain itu Bank Indonesia dan Bank Mandiri juga telah membangun museum di kawasan tersebut. Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa telah ditata, dan secara berkala telah dilakukan berbagai festival dan kegiatan seni di kawasan ini. Ada juga pengusaha restoran yang berkomitmen dan cinta pada wilayah ini, yang dengan segala perjuangan telah membangun dan manjalankan Kafe Galangan dan Caffee Batavia. Upaya Pemerintah DKI Jakarta juga sudah banyak dilakukan. Namun upaya dan program ini belum dapat menghidupkan Kotatua Jakarta sebagai destinasi internasional. Apa yang masih harus dilakukan? Siapa yang harus melakukan? Apakah masa depan wilayah ini? Pertanyaan ini telah lama menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Ketua dan anggota Senat Akademik IKJ yang terhormat,
Didalam berbagai perubahan, dan pergantian kekuasaan, Jakarta selalu menjadi pusat kegiatan dan persaingan ekonomi dan industri. Sementara itu, Jakarta juga menjadi pusat kegiatan kebudayaan serta pewacanaan ilmu, teknologi dan seni. Sekarang, kita mengenal industri baru yang disebut Industri Kreatif yang telah ditetapkan untuk menjadi salah satu kekuatan perekonomian bangsa. Sebenarnya, Industri Kreatif adalah nama baru bagi usaha-usaha berbasis keahlian seni dan desain yang telah lama dipraktekkan di Jakarta atau Batavia pada masa lalu.
Periklanan, lahir dari industr media, yaitu majalah dan surat kabar yang telah terbit di Jakarta sejak akhir Abad 18. Bataviasche Nouvelles terbit 1744, Bataviasche Advertentieblad terbit 1827, dan Nederlaands Indische Handelsblad 1829. Koran berbahasa Melayu yang terbit di Jakarta antara lain Soerat Chabar Betawi 1858 dan Biang Lala 1867. Dari sini berkembang puluhan Koran dan majalah yang merupakan media pemuatan periklanan dan pewacanaan pandangan social- politik dan budaya pribumi. Sistim periklanan modern dimulai pada awal tahun 70’an ketika Indonesia membuka pintu Penanaman Modal Asing pada masa awal Orde Baru. Masa itu adalah awal pembelajaran SDM periklanan internasional, termasuk film iklan yng juga diciptakan di rumah prduksi di Jakarta. Sekarang, Jakarta dalah pusat industri periklanan, yang disiarkan melalui berbagai jenis media konvensional, cetak, elektronik dan digital.
Arsitektur, merupakan bidang yang dirintis oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, awalnya di Batavia atau Kotatua yang dibangun Abad 17, dan berlanjut sampai masa kemerdekaan, ketika kita sudah mempunyai arsitek besar Indonesia seperti Silaban, Sudarsono, Rooseno. Ketika Jakarta berkembang kearah selatan, dan banyak industri properti berkembang di sekitar Jakarta, berdirinya bangunan permukiman, bangunan komersial, hotel dan perkantoran yang canggih merupakan bukti peran para arsitek kita.
Dalam Perdagangan Barang Seni, Jakarta punya banyak galeri dan balai lelang yang berafiliasi dengan museum, galeri dan balai lelang internasional. Awal dari semua itu adalah galeri sederhana Balai Budaya di Jalan Gereja Theresia. Para seniman kemudian difasilitasi oleh Almarhum Gubernur Ali Sadikin di galeri-galeri yang ada di Taman Ismail Marzuki yang dibangun 1968. Tempat ini adalah showcase dan barometer utama perkembangan Seni Rupa kita pada masa itu, dan dari tempat itu banyak seniman seniman penting Indonesia dilahirkan atau dibesarkan. Jakarta tidak punya basis massal dalam industri kria konvensional, tetapi Jakarta adalah pusat pameran dan perdagangan internasional hasil produk kria. Di Jakarta gagasan tentang seni kria kontemporer dan eksprimental serta penggunaan hasil kria sebagai bagian dari urban life-style dipromosikan melalui berbagai peristiwa, show, pameran dan liputan khusus. Dalam kancah seperti inilah inovasi, kreativitas dan tuntutan baru dalam produk kria berkembang.
Jakarta juga menjadi basis profesi Desainer Interior, Desainer Produk dan Desainer Komunikasi Visual. Pendidikan Tinggi di bidang ini telah dimulai di Jakarta, yaitu di IKJ dan Universitas Trisakti sejak 1974, dan sekarang di banyak Perguruan Tinggi lain. Lulusannya telah banyak berkiprah di kancah nasional dan internasional.
Di bidang Fesyen, selain sebagai pusat mode dan tren baru, Jakarta mempelopori promosi dan gerakan memakai busana bercorak tradisi. 40 tahun yang lalu, Almarhum Ali Sadikin dan almarhum Iwan Tirta serta para desainer senior lain telah melakukan revitalisasi dan reinvensi batik sehingga menjadi busana yang anggun dalam resepsi tingkat internasional. Citra batik sebagai busana nasional yang bergengsi mendorong penciptaan busana tinggi atau high fashion memakai tekstil tradisi daerah yang lain. Desainer fesyen kita juga telah lama masuk dalam kancah internasional dengan mengangkat dan mempromosikan batik, ulos, ikat dan berbagai jenis tenun tradisi.
Film pertama Indonesia diputar di sebelah bengkel mobil di Jalan Kebonjae Tanah Abang, 1900. Filmnya buatan orang Belanda berjudul ‘Sri Baginda Maha Ratu bersama Yang Mulia Hendrik ketika Memasuki Denhag’ . Setelah itu muncul industri film yang meliputi produser, distributor dan gedung bioskop. Sekitar tahun 1920 J.Duel mendirikan bioskop Capitol untuk kalangan atas Belanda, Thio Tek Hong mendirikan bioskop Elite untuk relasi bisnisnya, dan Tan Koen Jauw mendirikan Rialto di Senen dan Tanah Abang untuk masyarakat biasa. Menonton di Bioskop kemudian menjadi kebutuhan rekreasi dan interaksi sosial baru yang penting bagi warga urban Jakarta sampai sekarang, dan hal ini berlangsung terus sampai sekarang. Disamping sebagai media hiburan, film mempunyai peran penting untuk memahami sejarah perkembangan sosial budaya masyarakat, termasuk sejarah perkembangan kota. Film juga merupakan sarana pendidikan karakter dan rasa kebangsaan. Hal ini terlihat dari banyak film Indonesia di awal tahun 40’an. Film pertama Indonesia dibuat oleh Heuvendrop dan Krugers berjudul Loetoeng Kasaroeng tahun 1926, dan Eulis Atjih 1927. Disusul karya Wong Bersaudara, Lily van Java 1928. Seterusnya, Jakarta berkembang menjadi pusat industri perfileman, termasuk pusat Pendidikan Tinggi Film yang dimulai di IKJ sejak 1971, dan menjadi pelopor di kawasan Asean.
Jakarta juga menjadi pusat kegiatan Produksi Video dan Fotografi, yang berkembang subur bersama tumbuhnya industri media cetak maupun televisi. Studio Animasi Komersial pertama P.T.Anima Indah dimulai di Jakarta 1974, yang waktu itu banyak membuat film iklan untuk ditayangkan di TVRI. Jakarta juga menjadi rumah bagi banyak pencipta Piranti Lunak, serta program program digital-game yang telah dijual di Manca Negara.
Musik selalu mengisi hidup warga Jakarta, dan industrinya telah lama berkembang di Jakarta. Banyak pemusik dan penyanyi lahir di daerah, namun dibesarkan oleh sistim industri musik di Jakarta. Musik juga mewarnai berbagai suasana jiwa warganya, di masa susah, di masa senang dan di masa perjuangan. Ismail Marzuki, salah satu ikon seni Jakarta telah menggambarkan dengan indah berbagai suasana kebangsaan dan suasana hati warga Jakarta di masa perjuangan.
Seni Pertunjukan telah menjadi bagian penting kehidupan warga Jakarta. Seni tari, seni musik dan seni teater tradisi selalu mengisi kehidupan sosial budaya komunitas Betawi. Pementasan musik, tari dan teater modern telah melembaga sejak Batavia dipindahkan ke daerah Weltevreden, dan Industri rekaman piringan hitam telah berkembang lama, dan sejak awal tahun 1920 an telah mengabadikan lagu lagu keroncong, lagu daerah dan musik pop. Industri ini kemudian berkembang pesat mengikuti perkembangan teknologi dan kemajuan industri media. Industri musik kemudian diperkaya dengan berbagai show dan super show pemusik nasional maupun internasional. Bidang promotor musik atau impresario merupakan kegiatan pengelolaan seni yang juga telah lama berkembang di Jakarta.
Ketika Taman Ismail Marzuki diremikan di tahun 1969, berbagai eksprimen dan eksplorasi kreatif di bidang seni pertunjukan semakin giat dilakukan. Pertunjukan tari musik dan teater internasional yang dipentaskan di sini, telah member citra dunia dan telah memberi referensi yang berharga pada publik seni Indonesia. PKJ TIM menjadi Pusat Kesenian terkemuka dikawasan Asean, dan mempelopori pertunjukan dan pameran avant garde dan seni seni baru. PKJ TIM telah menjadi rumah bagi banyak peristiwa seni dan festival terkemuka di Indonesia, termasuk Indonesian Dance Festival yang telah berlangsung 20 tahun.
Berbagai kegiatan usaha dibidang seni dan desain yang sekarang dikategorikan menjadi 14 sub-sektor industri kreatif, sebetulnya telah lama mengakar dalam sejarah perkembangan kota Jakarta. Sifat cosmopolitan dan multi-kultural warga Jakarta, telah memberi basis yang subur bagi kreativitas dan inovasi dalam bidang seni. Pengembangan bidang kesenian, baik sebagai media ekspresi maupun sebagai produk yang punya nilai transaksi perlu selalu di fasilitasi dan dikembangkan sebagai salah satu kegiatan strategis di lingkungan urban di Jakarta. Kita perlu terus melakukan investasi kultural, yang dapat member platform strategis dalam persaingan budaya dunia dan persaingan industri kreatif di pasar internasional di masa datang.
Kotatua Jakarta pernah menjadi tempat yang bergengsi dan sangat hidup dan cantik. Ditempat itu para warga dari berbagai penjuru dunia berinteraksi sosial dan mengisi suatu ruang budaya yang unik. Sejarah telah menetapkan nasib Kotatua yang ditinggalkan oleh penduduknya. Ditempat itu, kita banyak melihat bangunan yang rusak, kumuh, kotor dan menakutkan. Dapatkah kita membangun kembali kotatua yang cantik, semarak dan terbuka bagi berbagai interaksi seni dan budaya internasional? Apakah yang bisa kita lakukan bersama?
Izinkanlah saya bermimpi, menggambarkan suatu visi;
Jika kita seorang wisatawan mancanegara, datang ke Kotatua Jakarta, maka saya akan menemukan suatu zona pedestrian yang sangat unik dan mengesankan, membuat saya merasa seperti berada di Ramblas, Barcelona atau daerah seniman yang cantik di Mon Matre, Paris. Ditengah square depan tasiun Kota, ad ataman yang asri dengan kolam air mancur, dan ada patung patung luar ruang. Sekeliling taman ada kanopi hijau pohon peneduh dan pohon rambat. Juga ada paying paying pedagang minuman segar. Didalam stasiun kota ada balai besar yang bersih, dimana terdapat kios kudapan, kios barang antik, minuman segar, cendera mata dan produk kria yang unik, suasananya seperti bazzar Istanbul yang ramai dan penuh warna. Diseberangnya ada Museum Bank Mandiri, yang sering menyelenggarakan pertemuan seni, acara seni dan pameran unik. Di atriumnya sering dilakukan konser music pop atau jazz. Begitu juga Museum Bank Indonesia, yang mempunyai Cafe dan Restoran ‘fine dining’ yang anggun. Di atrium tempat ini juga sering diselenggarakan acara pertemuan professional atau acara hiburan dan pameran bernuansa seni. Dilobi kedua Museum Bank ini ada Toko Buku berkelas internasional. Eks Bank Bumi Daya, di square yang sama juga menjadi tempat publik yang mempunyai restoran dan toko yang menarik.
Taman Fatahillah adalah pusat atraksi yang menarik. Kaum muda secara spontan menyelenggarakan kegiatan yang menarik dan menghibur seperti street fashion, street carnaval dan cost play seperti di Harayuku, Tokyo, atau arak arakan Betawi, street entertainment, akrobat rakyat, musik jalanan, happening art, patung diam dan berbagai inovasi dan kreasi di bidang street performance. Disitu mereka menjadi pemain dan sekaligus penonton. Museum Sejarah Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik serta Museum Wayang adalah primadona wisatawan serius. Koleksinya menarik, tata pamernya prima dan program publiknya aktif dan inovatif. Dihalaman museum wayang selalu ada gamelan atau pertunjukan wayang sederhana, wayang Potehi, wayang Golek Betawi, Boneka Tangan dan berbagai kreasi dan inovasi baru dalam bidang story telling. Disekeliling taman ada cafe terbuka yang dilindungi payung payung. Di kawasan itu bertebaran galeri seni, ada beberap kine club, ada beberap gedung pertunjukkan teater, musik dan tari, serta panggung terbuka untuk stand up comedy. Pilihan restoran juga banyak, mulai dari yang mahal sampai yang terjangkau. Kita bisa melanjutkan wisata ke daerah istimewa yang lain, waterfront yang luar biasa, sekitar Museum Bahari, Caffe Galangan dan Pelabuhan Sunda Kelapa tempat pinisi dari makasar berlabuh. Tempat ini bisa menjadi tempat wisata malam yang bersih dan atraktif seperti Clark Quay Singapore. Duduk santai di tepi pelabuhan dan belanja di Pasar Ikan yang sudah bersih dan menjual berbagai cendera mata, tanaman hias dan ikan hias. Untuk ke kawasan waterfront, wisatawan dapat memakai trem listrik model lama, atau delman. Disekeliling kawasan ini, akan bermunculan hotel dan restoran dalam berbagai kategori dan tingkatan. China Town selalu menjadi daya tarik wisata di seluruh dunia, di Kotatua Jakarta kita bisa membangun dan menghidupkan lagi kawasan Pecinan yang unik untuk menikmati atraksi kuliner yang khas. Kawasan waterfront ini akan menjadi pintu untuk menuju daerah tujuan wisata berikutnya, wisata bahari di Pulau Seribu.
Kantor kantor sekitar Taman Fatahillah dan Kali Besar merupakan lokasi kerja para eksekutif kelas kreatif, dengan busana khas dan santai. Walaupun terlihat santai, mereka adalah pekerja keras dalam bidang Advertising, Arsitektur, Desain Interior, Desain Fesyen, Desain Produk, Seni Rupa, Seni Kria, Animasi, Film, Fotografi, Video Art, Penerbitan, Desainer Game dan Piranti Lunak, Industri Media, Seniman Tari, Seniman Teater, Musikus dan pendukung Industri Kreatif. Ditempat ini mereka bekerja, berinter aksi dan berkreasi, serta memamerkan karya dan ciptaan mereka di ruang ruang publik dan area pedestrian yang asri.
Di kawasan ini, setiap hari, siang dan malam selalu ada sesuatu yang menarik. Artis terkenal, selebritis, tokoh publik serta seniman terkenal dan tokoh seni budaya sering mampir ke tempat ini. Wisatawan yang datang dari daerah maupun dari luar negeri akan mengatakan, saya pernah ke Kotatua Jakarta, tempat yang harus dikunjungi, dan sukar dilupakan. Pada setiap waktu, selalu ada hal yang menarik yang terjadi atau bisa dilihat di kawasan ini. Kotatua Jakarta akan menjadi Creative City yang selalu membangkitkan daya kreatif dan sikap inovasi penghuninya atau pengunjungnya.
Para hadirin yang terhormat, Para wisudawan yang berbahagia,
Kotatua Jakarta punya potensi sangat besar untuk menjadi daerah tujuan wisata kelas dunia, yang ernuansa ‘art and heritage’. Tempat ini juga punya prospek luar biasa untuk menjadi pusat kluster industri kreatif, yang menjadi daya tarik kehidupan urban dan salah satu alternative lifestyle yang berkualitas bagi warga muda Jakarta. Ditempat ini dilahirkan gagasan gagasan besar para creator
Indonesia, yang akan bersaing di pasar ekonomi kreatif dunia. Jakarta punya tempat yang punya masa lalu yang gemilang, Jakarta punya sejarah dan legacy dalam pengembangan usaha berbasis seni atau industri kreatif. Keduanya harus disatukan dalam visi Kotatua Jakarta masa depan. Mimpi ini tidak bisa diwujudkan oleh Pemerintah DKI Jakarta saja. Banyak Pemangku Kepentingan yang punya keterkaitan dengan Kawasan Kotatua Jakarta. Pemerintah telah melakukan banyak persiapan dan kajian, dan selanjutnya tetap akan memprogramkan fasilitas dan prasarana pendukung, namun sebuah kota yang hidup dan semarak harus terjadi karena peran serta banyak pihak. IKJ yang telah berusia 41 tahun telah sangat banyak melahirkan insan pendukung industri kreatif di Jakarta dan di Indonesia. Para seniman kelas kreatif inilah yang kita harapkan dapat menjadi salah satu pelopor mengisi Kotatua Jakarta dengan kiprahnya di bidang seni.
Saya akan menutup pidato budaya ini dengan harapan, para wisudawan akan segera bergabung dengan angkatan angkatan sebelumnya yang telah sukses berkiprah dalam bidang seni atau dalam bidang industri kreatif. Kita selalu membutuhkan inovasi seni dan kreativitas, untuk meningkatkan kualitas kehidupan urban kita, dan untuk kesejahteraan kita bersama, serta untuk kemajuan kota Jakarta. Selamat dan sukses selalu atas keberhasilannya sekarang dan dimasa datang.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.