Top
  /     /  Pidato Wisuda

Dr. Indah Tjahjawulan, M. Sn. (Wisuda IKJ 2019)

PIDATO ILMIAH

Dr. Indah Tjahjawulan, M.Sn.

BAGAIMANA PENDIDIKAN TINGGI SENI INDONESIA, KHUSUSNYA INSTITUT KESENIAN JAKARTA MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0?

Yang terhormat Ketua Yayasan Seni Budaya Jakarta;
Yang terhormat Rektor Institut Kesenian Jakarta serta para Wakil Rektor;
Yang terhormat Ketua dan Anggota Senat Akademik Institut Kesenian Jakarta;
Yang terhormat Pimpinan Akademi Jakarta, Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki, dan Dewan Kesenian Jakarta;
Yang terhormat para Dekan dan Wakil Dekan serta Direktur dan Para Wakil Direktur Institut Kesenian Jakarta;
Yang terhormat para Ketua dan Sekretaris Program Studi;
Yang terhormat para Dosen dan Sivitas Akademika Institut Kesenian Jakarta;
Yang terhormat Orang Tua dan Wali Wisudawan;
Yang terhormat para Ketua dan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa, Senat Mahasiswa, dan Himpunan Mahasiswa Institut Kesenian Jakarta;
Yang terhormat para Undangan, para Mitra, dan Sahabat Institut Kesenian Jakarta;
Selamat pagi, salam kebajikan dan sejahtera untuk kita semua.

TENTANG REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Akhir-akhir ini kita seringkali mendengar istilah Revolusi Industri 4.0. Apa sebetulnya yang dimaksud dengan Revolusi Industri 4.0? Bagaimana ia bisa mengubah dunia? Schwab, dalam bukunya yang berjudul Revolusi Industri Keempat, menjelaskan bahwa Revolusi Industri 4.0 telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berhubungan dengan yang lain. Dalam hal skala, cakupan, serta kompleksitasnya, revolusi industri keempat ini belum pernah dialami oleh umat manusia sebelumnya. Teknologi yang berkembang dalam revolusi industri keempat menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologis, yang di satu sisi membuka peluang besar untuk kemajuan, tetapi di sisi lain memaksa kita untuk memikirkan kembali bagaimana negara dapat berkembang, bagaimana organisasi menciptakan nilai, dan bahkan apa artinya menjadi manusia1.

Namun, bagaimana bisa disebut sebagai Revolusi Industri 4.0? Secara ringkas, yang dimaksud dengan revolusi industri adalah perubahan besar terhadap cara manusia dalam mengolah sumber daya dan memproduksi suatu barang. Revolusi industri adalah fenomena perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi yang berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Sesuai perkembangan perubahan tersebut, kita dapat membagi revolusi industri menjadi sebagai berikut:

Revolusi Industri 1.0

Revolusi Industri yang pertama terjadi pada abad ke-18 ditandai dengan penemuan mesin uap yang kemudian digunakan untuk proses produksi barang kebutuhan sehari-hari secara massal, produksi senjata perang besar-besaran, serta produksi alat transportasi massal yang lebih besar dan lebih cepat.

Revolusi Industri 2.0

Revolusi industri berikutnya ditandai dengan penemuan tenaga listrik di awal abad ke-20. Penemuan listrik menciptakan sistem assembly line atau “ban berjalan”, yang diawali oleh perusahaan mobil Ford. Sistem ini mengakibatkan proses produksi berubah total karena sistem ini digunakan untuk menyelesaikan satu produk, bukan oleh satu orang, tetapi oleh banyak orang dengan masing-masing mereka menangani satu bagian saja. Pabrik-pabrik yang menggunakan lini produksi/ban berjalan ini kemudian menciptakan sistem produksi massal (mass production), dengan manusia yang masih menjadi poros kendalinya.

Revolusi Industri 3.0

Revolusi ketiga dipicu oleh munculnya mesin yang dapat bergerak dan berpikir secara otomatis, yaitu komputer dan robot. Komputer pertama yang dikembangkan di era Perang Dunia II sebagai mesin untuk memecahkan kode, masih berupa mesin raksasa yang membutuhkan daya listrik yang sangat besar. Selanjutnya teknologi komputer berkembang luar biasa pesat. Penemuan semikonduktor, transistor, dan kemudian integrated chip (IC)2 membuat ukuran komputer semakin kecil, listrik yang dibutuhkan semakin sedikit, serta kemampuan berhitungnya semakin canggih, sehingga komputer pun mulai menggantikan manusia sebagai operator dan pengendali lini produksi.

Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi siber. Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih Pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Pada industri 4.0, teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup sistem cyber-physical, internet of things (IoT), cloud computing, dan cognitive computing3.

  1. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan ciri-ciri yang meliputi:
    Internet yang semakin luas dan ringkas, sehingga kecepatan komunikasi telah meningkat secara signifikan dan fungsionalitas terus berkembang, kapasitasnya dalam penyimpanan data juga telah sangat meningkat, sehingga biaya penyimpanan data menjadi sangat murah;
  2. Sensor buatan yang semakin kecil dan kuat dengan harga lebih murah dan teknologi yang meningkat dengan cepat, sensor inilah yang memainkan peran penting dalam internet of things (IoT);
  3. Sensor buatan dengan kecerdasan buatan (AI) dan mesin pembelajar.

Hal-hal tersebut berarti kehidupan di era Revolusi Industri 4.0 ini didasarkan pada kecerdasan buatan yang menyebabkan terjadinya perubahan cepat dalam ranah fisik (misalnya, robot cerdas, drone otonom, mobil tanpa pengemudi, pencetakan 3D, dan sensor pintar), dalam ranah digital (internet, layanan, data), dalam ranah biologis (biologi sintetis, genetik individu, bio printing)4, dan secara umum dalam cara manusia melakukan kegiatan.

Revolusi Industri 4.0 tidak dapat dihindari. Sebab, dengan sendirinya telah mengubah berbagai hal. Dampak dari Industri 4.0 akan memberikan perubahan pada lima klaster5 berikut ini:

  1. Klaster Ekonomi, yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, dan sifat kerja;
  2. Klaster Bisnis, yang memengaruhi ekspektasi konsumen, mengubah produk dengan data yang lebih baik, inovasi yang bersifat kolaboratif, dan model (operasi) bisnis baru;
  3. Klaster Hubungan Nasional-Global, Hubungan pemerintahan, Hubungan negara, wilayah dan kota, serta keamanan internasional;
  4. Klaster Masyarakat, berdampak pada naiknya ketimpangan sosial, menurunnya tingkat hidup kelas menengah, dan menjamurnya komunitas;
  5. Klaster Individu, yang berdampak pada masalah-masalah Identitas moralitas dan etika, hubungan antar manusia, dan pengaturan informasi publik dan privat.

Era Revolusi Industri 4.0 adalah era Inovasi disruptif , yang didefinisikan sebagai suatu inovasi teknologi yang mampu menggancam keberadaan pasar yang sudah ada akibat terciptanya pasar baru dan pada akhirnya akan menggantikan pasar lama atau teknologi yang lama. Inovasi disruptif6 muncul sebagai jawaban atas perkembangan teknologi terbaru.

Disruptive Technology

Gambar 1. Model Inovasi Disruptif7

Contoh inovasi disruptif antara lain, ensiklopedia cetak yang terdisrupsi oleh inovasi Wikipedia, perusahaan-perusahaan transportasi, seperti Uber, Grab yang tidak memiliki armada kendaraan, penyedia akomodasi terbesar di dunia—Airbnb yang tidak memiliki real estate, sistem pendidikan massal secara daring (MOOCs) yang tidak memerlukan kursi dan gedung dan masih banyak lagi.

Hal yang paling nyata adalah perubahan yang kita rasakan sehari-hari saat ini, bagaimana kita menjadi sangat tergantung kepada aplikasi untuk melakukan kegiatan. Berangkat kerja dengan Gojek atau Gocar dan sejenisnya, makan siang tidak perlu keluar kantor, tinggal membuka aplikasi, memiilih menu dan makanan akan datang melalui layanan Gofood, yang memiliki ribuan menu tanpa perlu memiliki/mengelola restoran sendiri. Sebuah model bisnis baru yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Namun, memiliki nilai yang berlipat lebih banyak daripada model bisnis konvensional. Serta, yang luar biasa adalah hal itu semua dapat memberikan pengaruh besar pada perubahan gaya hidup masyarakat.

Selanjutnya, saat kita sebagai masyarakat di negara berkembang masih beradaptasi dengan Industri 4.0, secara mengejutkan di awal tahun 2019, Jepang telah meluncurkan roadmap baru, yang dinamakan Super Smart Society atau Society 5.0. Sebuah tatanan masyarakat yang berpusat pada manusia (human–centered) dan berbasis teknologi (technology based), yaitu teknologi digital diaplikasikan dan berpusat pada kehidupan manusia.

Era Society 5.0 – Revolusi Industri 5.0 ala Jepang

Revolusi Industri 4.0 menyebabkan disrupsi yang memiliki gejala dimana dunia bergejolak, tidak memiliki kepastian, kompleksitas, ambiguitas dan dinilai berpotensi mendegradasi peran manusia. Oleh sebab itu, Jepang melahirkan sebuah konsep Society 5.0, yang didefinisikan sebagai sebuah masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang sangat mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik.8

Bagi Jepang, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi seharusnya bertujuan mewujudkan tempat bagi masyarakat agar dapat menikmati hidup. Kecerdasan buatan yang memperhatikan sisi kemanusiaan akan mentransformasi jutaan data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan, menjadi suatu kearifan baru dalam tatanan bermasyarakat, dan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Karenanya, dalam era Society 5.0 ditekankan perlunya keseimbangan pencapaian ekonomi dengan penyelesaian problem sosial. Era ini dianggap akan mengubah kebiasaan dan kehidupan dalam berbagai aspek, seperti kesehatan, finansial, mobilitas, infrastruktur, dan lain-lain termasuk pendidikan.

BAGAIMANA KEBIJAKAN PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN KESIAPAN MENYAMBUT ERA 5.0 ?

Sementara itu ketika negara maju seperti Jepang sudah memasuki era Society 5.0, Pemerintah Indonesia di tahun 2018 menetapkan 10 langkah prioritas nasional dalam upaya mengimplementasikan peta jalan Making Indonesia 4.0, yang diyakini dapat mempercepat pengembangan industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global di tengah era digital saat ini, yaitu:

  1. Perbaikan alur aliran material: Memperkuat produksi material sektor hulu dan menengah melalui peningkatan kapasitas dan percepatan adopsi teknologi, mengurangi impor bahan baku maupun komponen dan memacu sumber daya alam agar bernilai tambah tinggi;
  2. Mendesain Ulang Zona Industri: Membangun peta jalan zona Industri nasional, untuk mengatasi permasalahan di beberapa zona industri, melihat secara geografis, aspek transportasi, infrastruktur, dan lainnya sehingga komprehensif antar lintas sektor;
  3. Akomodasi standar sustainability sebagai peluang untuk membangun kemampuan industri nasional, seperti yang berbasis teknologi bersih, tenaga listrik, biokimia, dan energi terbarukan dengan mengidentifikasi aplikasi teknologi dan peluang pertumbuhan ramah lingkungan, serta mempromosikan lingkungan yang kondusif;
  4. Memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan cara membangun platform e-commerce, yang bisa dimanfaatkan petani dan perajin, membangun sentra-sentra teknologi dalam rangka meningkatkan akses UMKM terhadap akuisisi teknologi dan memberikan dukungan mentoring untuk mendorong inovasi;
  5. Membangun infrastruktur digital nasional, dengan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur digital, termasuk internet dengan kecepatan tinggi dan meningkatkan kemampuan digital melalui kerja sama antara pemerintah dengan publik dan swasta untuk dapat berinvestasi di teknologi digital seperti cloud, data center, security management dan infrastruktur broadband;
  6. Menarik investasi asing, untuk mendorong transfer teknologi ke perusahaan lokal dengan melibatkan perusahaan manufaktur global dan menawarkan insentif yang menarik, dan berdialog dengan pemerintah asing untuk kolaborasi tingkat nasional;
  7. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), desain kembali kurikulum pendidikan sesuai era 4.0 dan dengan lebih menekankan pada Science, Technology, Engineering, the Arts, dan Mathematics (STEAM), serta meningkatkan kualitas sekolah kejuruan;
  8. Pembentukan ekosistem inovasi, mengembangkan cetak biru pusat inovasi nasional, mempersiapkan percontohan pusat inovasi dan mengoptimalkan regulasi terkait, termasuk di antaranya yaitu perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan insentif fiskal untuk mempercepat kolaborasi lintas sektor diantara pelaku usaha swasta atau BUMN dengan universitas.
  9. Menerapkan insentif investasi teknologi, mendesain ulang rencana insentif adopsi teknologi, seperti subsidi, potongan pajak perusahaan, dan pengecualian bea pajak impor bagi perusahaan yang berkomitmen untuk menerapkan teknologi industri 4.0, dan dukungan pendanaan tambahan bagi kegiatan investasi dan inovasi di bidang teknologi canggih.
  10. Harmonisasi aturan dan kebijakan, komitmen untuk mendukung daya saing industri dan memastikan koordinasi pembuat kebijakan yang erat antara kementerian dan lembaga terkait dengan pemerintah daerah.

Membaca peta jalan Making Indonesia 4.0, ada dua langkah yang memberikan dampak langsung pada perubahan kebijakan Pendidikan Tinggi, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pembentukan ekosistem inovasi. Mengacu kepada hal tersebut selanjutnya Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi merumuskan lima elemen penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:

  1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif, seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analytic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy dan human literacy;
  2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan yang adaptif dan responsif terhadap Revolusi Industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Membuat program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sebagai solusi bagi penduduk di pelosok untuk dapat mengakses pendidikan tinggi yang berkualitas;
  3. Menyiapkan SDM, khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsif, adaptif, dan andal untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0. Selain itu, melakukan peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi;
  4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat;
  5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.9

Jika kita amati, perubahan besar mulai terjadi pada Pendidikan Tinggi di Indonesia. Disrupsi teknologi Perguruan Tinggi dan sistem Pendidikan Tinggi yang dimulai dengan adanya Massive Open Online Courses10 (MOOCs), yaitu sebuah sistem pembelajaran daring secara besar-besaran, membuat banyak Perguruan Tinggi negeri maupun swasta mulai menerapkan sistem pembelajaran baru yang berbasis online learning. Metode e-learning yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi, seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Terbuka (UT), Universitas Indonesia (UI), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Gunadarma, dan banyak Perguruan Tinggi lainnya, dengan cara menggabungkan antara teknologi elektronik dengan teknologi internet.

Saat ini, banyak Perguruan Tinggi negeri ataupun swasta yang sudah memanfaatkan kemajuan IT dalam bentuk hybrid, yang mana dosen mengelaborasikan sistem pembelajaran tatap muka langsung dengan sistem pembelajaran secara daring (online), yang dikenal dengan sistem pembelajaran campuran (gabungan video conferences, forums dan chats). Seperti yang dilakukan oleh FSRD ITB dengan Seoul Institute of the Arts, yang sudah melakukan kolaborasi kelas jarak jauh, para mahasiswa Seoul dan mahasiswa ITB saling melakukan presentasi dan diskusi proyek masing-masing secara realtime melalui teknologi video tele-conferences.

Aturan mengenai sistem pembelajaran PJJ sendiri terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). PJJ diartikan sebagai sistem pendidikan yang diartikan antara tenaga pendidik dan peserta didik berada di tempat terpisah dan dengan sistem pembelajaran yang mengandalkan sumber pembelajaran teknologi informasi. Aturan ini adalah untuk meningkatkan akses seluruh putra-putri Indonesia ke jenjang Pendidikan Tinggi dan mendorong Pendidikan Tinggi di Indonesia bersiap diri menuju World Class University11.

Cara mengajar dan belajar era 4.0 yang memungkinkan melewati batas-batas fisik ruang, kampus, bahkan negara, memberikan konsekuensi bagi Perguruan Tinggi untuk memberikan pelatihan dan menambah keahlian para tenaga pengajar dalam meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi digital, serta membangun infrastruktur jaringan digital yang dapat mendukung proses pembelajaran. Sementara itu, tidak semua Perguruan Tinggi telah tersentuh teknologi digital. Masih banyak ditemukan perguruan tinggi yang menerapkan sistem pembelajaran yang sama dari tahun ke tahun, bahkan sama sekali tidak mengalami perubahan ke arah teknologi digital.

Revolusi Industri 4.0 juga menyebabkan Perguruan Tinggi harus membangun-ulang kurikulumnya untuk menjawab kebutuhan terkini. Pendekatan konten kurikulum dilakukan dengan prinsip penguasaan dasar yang berkaitan dengan teknologi, data, kemanusiaan, dan keseimbangan antara teori dan praktik. Untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, pembelajaran melibatkan siswa sebagai pusat pembelajaran. Setiap metode pembelajaran harus menjadikan siswa sebagai pelaku utama. Dosen hanya sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai pusat informasi dan pengetahuan, karena sumber informasi dan pengetahuan beragam dapat diperoleh dengan mudah dengan adanya teknologi informasi saat ini.

Solusi Pendidikan Tinggi menghadapi Era 4.0

Disrupsi teknologi pendidikan ini tidak bisa diabaikan oleh Perguruan Tinggi. Xing dan Marwala menawarkan solusi bagi Pendidikan Tinggi untuk menghadapi disrupsi di era 4.012, yaitu:

1. Proses belajar mengajar

  1. Melakukan revolusi cara mengajar dan bagaimana siswa belajar dan menggunakan kombinasi cara bantu proses belajar. Misalnya, penggunaan Finite element analysis (FEA) sebagai teknik simulasi yang efektif untuk analisis bangunan, dipadukan dengan penggunaan augmented reality (AR) dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami dan menyimpulkan hasil;
  2. Massive open online courses (MOOCs) dapat mengatasi proses belajar mengajar konvensional yang dihadapkan pada keterbatasan ruang belajar, kapasitas tempat duduk, peserta didik, dan jumlah pengajar. Namun, hanya untuk perkuliahan dengan topik tertentu;
  3. Mengembangkan Kemampuan Inovasi dengan cara tidak hanya hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja terampil, tapi juga peningkatan kemampuan meneliti, inovasi, penciptaan lapangan kerja dan bekerja lintas disiplin keilmuan (misalnya: teknologi, sosial, humaniora);
  4. Blended Learning, merupakan gabungan metodologi pembelajaran tatap muka dan e-learning (video conferences, forums, dan chats), untuk mengembangkan kemampuan siswa memperoleh pengetahuan konseptual secara utuh (hubungan fragmen pengetahuan dan fungsinya dalam keseluruhan sistem pengetahuan).

2. Penelitian

  1. Inovasi Terbuka adalah kerja kolaborasi antara manusia dan komputer untuk membentuk sistem terdistribusi dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas inovatif yang tidak dapat dilakukan sendiri. Inovasi terbuka juga mempromosikan pola pikir terbuka atas informasi.
  2. Inovasi Evolusioner dan Revolusioner harus dapat mengakomodir sistem Pendidikan Tinggi. Secara umum, inovasi yang didasarkan pada teknologi yang ada disebut tipe evolusi; sementara jenis inovasi revolusioner berkonsentrasi pada penemuan teknologi baru;
  3. Penelitian dan Pengembangan berbasis teknologi baru merupakan bagian penting dalam peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan, untuk meningkatkan keakuratan data. 3D printing merupakan salah satu teknologi baru yang dapat mengurangi biaya pembuatan prototipe, yang biasanya memakan waktu dan biaya pada kegiatan riset dan pengembangan konvensional;
  4. Penurunan waktu siklus inovasi dengan mengorganisasikan kegiatan inovasi yang ramping, dimana semua anggota tim bisa berinteraksi langsung dengan ketua tim sehingga semua rangkaian kegiatan inovasi bisa dikordinasikan dengan cepat dan efektif.

3. Layanan Perguruan Tinggi

  1. Perguruan Tinggi sebagai Platform, antara lain: a) Adanya aktivitas multi disiplin, lintas disiplin; b) Adanya layanan MOOCs, Blended Learning dsb; c) Pemanfaatan Internet of everything; d) Sistem kelembagaan terintegrasi; e) Infrastruktur digital terkini; dan f) Peningkatan konektivitas semua pemangku kepentingan Perguruan Tinggi;
  2. Pendidikan Sebagai Layanan adalah mememenuhi kebutuhan siswa secara efektif dan menciptakan pengalaman pendidikan yang memuaskan;
  3. Program Kemitraan International, berupa: a) Program Twinning, yaitu kerjasama antara lembaga pendidikan lokal dengan asing untuk penyediaan materi ajar dengan sistem interkoneksi; b) Program Franchise adalah lembaga pendidikan (mitra) asing memberikan otorisasi kepada lembaga pendidikan lokal untuk menyelenggarakan perkuliahan; c) Double/ joint degree merupakan kerjasama antara lembaga pendidikan lokal dan asing untuk bersama-sama menyelenggarakan program; d) Blended learning merupakan kerjasama antara lembaga pendidikan lokal dan asing untuk menyelenggarakan program e-learning, online learning dan on-site learning.

Menghadapi Era Socety 5.0

Dalam forum ekonomi dunia, telah dirumuskan ketrampilan utama yang harus lulusan perguruan tinggi dalam menghadapi smart society, yaitu kemampuan dalam memecahkan masalah yang kompleks, kemampuan untuk bisa berpikir secara kritis, dan kemampuan untuk berkreativitas, mampu menjadi manajer, memiliki kemampuan koordinasi dengan orang lain, mempunyai emotional intellegence , kemampuan menilai, dan memutuskan dengan tepat, berorientasi pada pelayanan, mampu bernegosiasi dan fleksibel13.

World Bank juga pernah menyinggung tentang minimnya kompetensi dari sumber daya manusia Indonesia di 4 sektor strategis, yaitu: leadership, English, IT literacy dan writing skill. Sumber daya manusia Indonesia dianggap kurang mempunyai kompetensi yang cukup dalam sektor kepemimpinan, penguasaan Bahasa Inggris, penggunaan teknologi dan kemampuan menulis. Padahal Indonesia diprediksi akan masuk dalam tujuh besar “kekuatan baru” dunia14. Oleh karenanya, Indonesia harus melakukan persiapan ekstra meningkatkan kompetensi sumber daya manusia untuk menghadapi era 5.0.

BAGAIMANA PENDIDIKAN TINGGI SENI DI INDONESIA, KHUSUSNYA INSTITUT KESENIAN JAKARTA MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0?

Pendidikan Tinggi Seni tentu sangat dibutuhkan. Melalui Pendidikan Tinggi Seni, Indonesia dapat memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, atau mastro-maestro seni. Dengan meningkatkan kapasitas akademik dalam bidang seni, juga dapat mendorong lebih banyak riset seni dan inventarisasi potensi seni Indonesia.

Indonesia memiliki sebelas (11) Perguruan Tinggi khusus seni, antara lain: Institut Seni Budaya Indonesia Aceh, Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, Institut Kesenian Jakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Surakarta, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya, Institut Seni Indonesia Denpasar, Institut Seni Budaya Indonesia Kalimantan Timur, Institut Seni Budaya Indonesia Sulawesi Selatan dan Institut Seni Budaya Indonesia Tanah Papua. Sebelas Perguruan Tinggi Seni ini, tergabung dalam sebuah forum yang disebut Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-PTSI). Forum ini berupaya mengakomodir aktualisasi insan seni dalam ruang seni dan juga berbagai dialog yang diperlukan antar Perguruan Tinggi Seni yang menjadi agenda kegiatan berkala bagi perguruan-perguruan tinggi seni. Salah satu agenda kegiatan berkala program kerja BKS-PTSI adalah penyelenggaraan kegiatan Festival Kesenian Indonesia (FKI) sebagai media berekspresi, berdiskusi dan mewacanakan posisi dan kedudukan seni kepada masyarakat.

Seni juga dapat menjadi penggerak ekonomi kreatif. Bahkan jika kita melihat pendidikan adalah penghasil sumber daya sebagai pendukung ekosistem 16 sub sektor ekonomi kreatif, hampir semua subsektor, atau tepatnya 12 subsektor sumber daya berasal dari Pendidikan Tinggi Seni/Fakultas Seni dan Desain, antara lain: sub sektor Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, Desain Produk, Fashion, Film, Animasi dan Video, Fotografi, Kriya, Musik, Seni Pertunjukan, dan Seni Rupa, Televisi.

Sesuai pangkalan data Dikti 2019, Program Studi (PS) bidang seni sejumlah 413, namun yang aktif hanya 346 PS, terdiri dari: Film dan Televisi: 22 PS; Seni Musik: 22 PS; Seni Tari: 24 PS; Seni Teater: 9 PS; Antropologi Tari: 1 PS ; Etnomusikologi: 5 PS ; Seni Rupa/ Seni Rupa Murni/ Pendidikan Seni Rupa: 47 PS; Kriya/ Kriya Seni/ Pendidikan Kriya: 22 PS; Desain Komunikasi Visual/Desain Grafis: 114 PS; Desain Interior: 38 PS; Desain Produk: 42 PS.

Grafik Program Studi Seni
Gambar 2. Grafik perbandingan Program Studi Pendidikan Tinggi di Indonesia (sumber PDDIkti)

Jumlah 346 PS sangat minim jika dibandingkan dengan seluruh PS yang ada di Indonesia, yaitu sebanyak 28.997 PS. Artinya prosentasi PS Seni Pendidikan Tinggi Indonesia hanya 0,01 % dari keseluruhan, itupun semakin banyak PS Seni tertentu yang tutup, karena kurangnya peminat. Jika pemerintah ingin menghasilkan aset pendukung ekonomi kreatif Indonesia, sudah sewajarnya jika lebih serius mengurus Pendidikan Tinggi Seni.

Ali Ghufron Mukti saat masih menjabat sebagai Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Pendidikan Tinggi, mengatakan bahwa, peran Perguruan tinggi seni dan fakultas seni sangatlah strategis dalam pendidikan Indonesia, untuk menjadi daya ungkit ekonomi nasional. Perguruan Tinggi dan fakultas seni tidak sekadar melahirkan para seniman kelas wahid, tetapi juga para pewirausaha kekriyaan yang mampu menyejahterakan masyarakat di sekitarnya, menciptakan lapangan kerja yang dapat menghidupi. Pendidikan Tinggi Seni adalah tonggak penting dalam pendidikan nasional yang bertugas melahirkan para kreator dan para pelestari15.

Dari sana terlihat bahwa pemerintah menuntut Perguruan Tinggi Seni mampu menghasilkan karya-karya seni yang kreatif, inovatif, dan kompetitif serta selaras dengan tuntutan di masa depan. Untuk itu Perguruan Tinggi Seni diharapkan dapat mempersiapkan mahasiswa yang siap menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Sehingga nantinya, seni dapat memiliki peran dan tempat yang dapat memberikan kontribusi pada kemandirian perekonomian negara. Namun untuk merancang sistem pendidikan yang tanggap zaman, yang memiliki relevansi dan keunggulan program studi yang sesuai dengan tuntutan era 4.0 tidaklah mudah, bahkan juga harus bersiap menyambut era 5.0.

Revolusi industri 4.0, secara tidak langsung telah menuntut Pendidikan Tinggi Seni meningkatkan kualifikasi dan kompetensi dosen dalam menyesuaikan diri terhadap teknologi digital. Dosen seni juga harus adaptif terhadap perubahan dan tidak gagap teknologi dalam proses pembelajaran. Ketidaksiapan SDM dalam mengelola teknologi informasi, khususnya dosen adalah kendala yang dapat menghambat proses pembelajaran dalam hal pemanfaatan tekonologi digital di Perguruan Tinggi. Karena dosen adalah kunci untuk mewujudkan kualitas Pendidikan Tinggi Seni.

Saat ini Pendidkan Tinggi kembali ke Kemendikbud, bukan lagi dibawah Kemenristek, artinya Kemendikbud atau Dikti perlu meninjau ulang struktur organisasi. Perlu adanya peninjauan kembali pada regulasi Pendidikan Tinggi yang adaptif dengan perkembangan pola belajar mahasiswa di generasi mendatang, seperti misalnya meninjau apakah dari struktur organisasi Pendidikan Tinggi sudah cukup adaptif atau dari segi pengelolaan SDM pendidik (dosen) apakah konsep pembinaan sekarang sudah cukup memadai.

Institut Kesenian Jakarta Menghadapi Disrupsi

Saat ini sivitas akademika yang berada di lingkungan Pendidikan Tinggi Seni, termasuk Institut Kesenian Jakarta (IKJ) terdiri atas semua generasi, mulai dari generasi baby boomers, X, Y, Z, dan alpha. Dosen khususnya, masih didominasi oleh generasi baby boomers dan generasi X yang merupakan digital immigrant16, dan tidak dapat dipungkiri memang masih banyak dosen-dosen yang sulit untuk beradaptasi dengan teknologi digital, apalagi dosen senior yang berusia di atas 50 tahun. Sementara itu, mahasiswa yang dihadapi merupakan generasi millenial dan bahkan alpha yang merupakan digital native17.

Bagi IKJ sendiri, untuk menghadapi disrupsi 4.0, perlu menyiapkan SDM dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan terkait proses pembelajaran terkini, memberikan pemahaman kepada dosen terhadap generasi Z dan generasi berikutnya, menyiapkan pengetahuan kepada seluruh dosen bagaimana situasi pendidikan saat ini, mengubah budaya, dan memberikan pengetahuan agar memahami regulasi yang dikeluarkan oleh Dikti.

Mengapa perlu memahami regulasi? IKJ perlu mempelajari dan memahami semua kebijakan dan peraturan Dikti, agar bisa menyiasati “ketidakpahaman” pemerintah terhadap “keilmuan” Seni yang belum terakomodasi dalam regulasi pemerintah. Dalam hal ini, Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-PTSI) dapat menjadi mitra pemerintah dalam menyusun kebijakan yang lebih tepat bagi Pendidikan Tinggi Seni.

Selain itu, program studi seni di IKJ juga harus aktif bergaul dengan program studi sejenis dan indutri terkait melalui jaringan asosiasi program studi, asosiasi profesi, asosiasi industri, dan komunitas terkait seni untuk bersama-sama memberikan pemahaman kepada pemerintah.

Dari segi regenerasi dosen, IKJ perlu lebih dini menyiapkan dosen-dosen dari generasi milenial yang relatif lebih paham budaya mahasiswa yang diajarnya. Karena belajar seni saat ini tidak seperti masa lalu yang berorientasi pada kompetensi kesenimanan dan pendekatan “belajar pada seniman senior”. Belajar di era saat ini bisa dari mana saja. Tentu pengalaman “belajar dengan seniman senior” perlu, tetapi itu hanya salah satu cara dari beragamnya cara belajar.

Pembelajaran di era 4.0 adalah berpusat pada siswa. Artinya, IKJ juga harus memperbaiki metode belajar yang lebih adaptatif pada gaya hidup generasi Z, yang digital native. Memperbaiki kurikulum, metode pembelajaran, teknologi pembelajaran adalah sebuah keharusan. Namun, yang paling penting adalah Dosen sebagai pendidik harus memahami, dalam mengajar, harus selalu mengikuti mahasiswa yang akan terus berubah. Tidak mungkin jika dosen mengajar berpuluh-puluh tahun dengan cara yang sama.

Sistem pendidikan saat ini yang mensyaratkan adanya kapasitas formal kesarjanaan (S2, S3 dan Guru Besar) dari tim pengajar, juga memberikan konsekuensi IKJ harus selalu memberikan kesempatan bagi dosen untuk melakukan studi lanjut. Saat ini IKJ mengupayakan sendiri beasiswa untuk para dosen yang melanjutkan studi S3. Namun karena keterbatasan dana dan banyaknya dosen yang perlu melanjutkan S3, pembiayaan yang diberikan baru bisa diberikan untuk studi di dalam negeri. Ke depan, IKJ perlu meningkatkan kerjasama dengan institusi yang bisa memberikan beasiswa bagi dosen maupun mahasiswa untuk belajar di luar negeri.

Pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)18 sudah menyediakan anggaran beasiswa triliunan rupiah untuk masyarakat Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan di jenjang master atau doktor. LPDP adalah beasiswa negara yang paling besar dan mudah diakses, sehingga persaingannya sangat ketat jutaan peminat dari berbagai bidang melamar, bukan hanya seni. Mengingat seni adalah bagian dari sektor ekonomi kreatif yang saat ini bisa dikatakan menjadi penggerak ekonomi negara, perlu menjadi pertimbangan khusus bagi pemerintah untuk menyediakan beasiswa khusus bagi Pendidikan Tinggi Seni, dan yang terkait bidang seni.

Menghadapi era 4.0. Sistem pendanaan dan keuangan juga harus mendukung, sebab dalam proses migrasi data dari kertas ke sistem informasi yang artinya membangun infrastruktur sistem informasi, juga termasuk penyediaan software, hardware, bandwidth, serta biaya maintenance, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi penyediaan dan atau upgrading sarana, prasaran dan fasilitas yang sesuai kebutuhan. Untuk bisa memenuhi standar fasilitas yang dibutuhkan oleh sebuah Perguruan Tinggi Seni, Institut Kesenian Jakarta harus berusaha mencari pendanaan dari berbagai sumber. Bukan hanya mengandalkan dana masyarakat, namun juga harus melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga baik pemerintah, maupun swasta, nasional atau internasional.

Kegiatan penelitian merupakan hal yang sangat penting pada perguruan tinggi, karena banyaknya penelitian yang dihasilkan menjadi tolok ukur pemringkatan mutu perguruan tinggi. Perguruan tinggi seni termasuk IKJ sudah pasti telah menghasilkan banyak sekali kajian seni dan terutama karya seni, tapi sayangnya tidak terdokumentasikan dan terlaporkan dengan baik. Menciptakan karya sudah menyatu dalam diri dosen seni. Proses menciptakan karya juga melalui tahapan penelitian, Namun upaya menuliskan proses penciptaan karya tersebut dalam bentuk dokumentasi penulisan ilmiah, belum menjadi budaya. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi IKJ untuk memperbaiki budaya penelitian. Proses dan pengelolaan kegiatan penelitian harus mendapatkan prioritas utama termasuk pendanaan dan fasilitas penelitian. Kerja penelitian di era 4.0 adalah kerja kolaborasi. Oleh karena itu, memetakan keahlian setiap dosen, membuat roadmap penelitian dan membangun kelompok penelitian bisa menjadi tahap awal untuk peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan. Selain itu, adanya teknologi baru juga harus dapat dimanfaatkan untuk membantu mempercepat proses penelitian.

Bagaimanapun, Perguruan Tinggi Seni secara umum dan IKJ secara khusus, jika ingin terus hidup, seluruh sivitas akademika yang berada di dalamnya harus bisa dan mau beradaptasi dalam disrupsi. Meminjam pernyataan Darwin (On the Origin of Species, 1859): “… Bukan yang paling kuat yang bisa bertahan hidup, tetapi yang bisa beradaptasi”. Dalam hal ini adaptasi berarti bisa menyesuaikan kebutuhan, keperluan hidup dengan perubahan lingkungan, dan perkembangan zaman. IKJ akan terus, “Berubah atau mati!” Momentum yang tepat, di saat menteri kita yang sekarang berasal dari generasi milenial serta memiliki pengalaman dan pemahaman tentang masalah disrupsi.

RUJUKAN

Biro Kerjasama dan Komunikasi Publik Kemenristekdikti. 2018. Pengembangan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0. Diunduh 18 November 2019 dari https://www.ristekdikti.go.id/siaran-pers/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/.

_____2018Perlu Reorientasi Kurikulum untuk Meningkatkan inovasi Perguruan Tinggi di era Revolusi Industri 4.0. Diunduh 18 November 2019 dari
https://www.ristekdikti.go.id/kabar/menristekdikti-perlu-reorientasi-kurikulum-untuk-meningkatkan-inovasi-perguruan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/

Gardiner, Mayling Oey dkk. 2017. Era Disrupsi Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi Indonesia.
Jakarta: Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

Hermann, Pentek, Otto. 2015. Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios: A Literature Review.
Diunduh 18 November 2019 dari http://www.iim.mb.tudortmund.de/cms/de/forschung/Arbe-itsberichte/Design-Principles-for-Industrie-4_0-Scenarios.pdf.

Lazarus, Eduard. 2019. Ketika Beasiswa LPDP Gagal Memahami Pendidikan Seni. Diunduh 19 November 2019 dari
https://tirto.id/ketika-beasiswa-lpdp-gagal-memahami-pendidikan-seni-edRT

Levin H. M, Dong Wook Jeong dan Dongshu Ou. 2006. What is a world class university?.
Paper presentation at the 2006 Conference of the Comparative & International Education Society, Honolulu, Hawaii, March 16, 2006.
http://www.tc.columbia.edu/centers/coce/pdf_files/c12.

Marr, Bernard. 2018. What is Industry 4.0? Here’s A Super Easy Explanation For Anyone.
Diunduh 18 November 2019 dari https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2018/09/02/what-is-industry-4-0-heres-a-super-easy-explanation-for-anyone/#5c0c78c9788a.

Nugraha, Dadan. 2018. Transformasi Sistem Revolusi Industri 4.0.
Diunduh 18 November 2019 dari https://puspiptek.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2018/10/revolusi-industri-4.0_PIF-2018_2018-1.pdf.

Kholis, Nur. 2018. Bersiaplah Untuk Era 5.0! (Oleh-Oleh Dari Jambore Nasional Komunikasi 2018 Jilid 1).
Diunduh 23 November 2019 dari https://binus.ac.id/malang/2018/07/bersiaplah-untuk-era-5-0-oleh-oleh-dari-jambore-nasional-komunikasi-2018-jilid-1/

Prensky, Marc . 2001. Digital Natives, Digital Immigrants. MCB University Press, Vol. 9 No. 5, October 2001
Prima, E. 2019. Mengenal Visi Jepang Society 5.0: Integrasi Ruang Maya dan Fisik.
Diunduh 23 November 2019 dari https://tekno.tempo.co/read/1170120/mengenal-visi-jepang-society-5-0-integrasi-ruang-maya-dan-fisik

Rahardja dkk. 2019. Inovasi Perguruan Tinggi Raharja Dalam Era Disruptif Menggunakan Metodologi iLearning. Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi Asia Vol.13, No.1,Tahun 2019. STMIK Raharja Tangerang.

Schwab, Klaus. 2019. Revolusi Industri Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sugiharti, Tanti. 2019. Rektor ISBI Bandung: Fasilitas Perguruan Tinggi Seni Tidak Menenuhi Standar.
Diunduh 19 November 2019 dari http://www.rmoljabar.com/read/2019/10/01/106-164/Rektor-ISBI-Bandung:-Fasilitas-Perguruan-Tinggi-Seni-Tidak-Menenuhi-Standar-

Sumber Daya Ristekdikti. 2018. Perguruan Tinggi Seni sebagai Tonggak Penting Pendidikan Nasional.
Diunduh 21 November 2019 dari http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2018-/05/05/perguruan-tinggi-seni-adalah-tonggak-penting-pendidikan-nasional/

Suryo, Wahyu. 2018. Perguruan Tinggi Seni Harus Beradaptasi dengan Teknologi.
Diunduh 19 November 2019 dari http://rri.co.id/yogyakarta/post/berita/528046/pendidikan/-perguruan_tinggi_seni_harus_beradaptasi_dengan_teknologi.html.

Xing, Bo dan Marwala, Tshilidzi. Implications of the Fourth Industrial Age on Higher.
Diunduh 20 November 2019 dari https://www.semanticscholar.org/paper/Implications-of-the-Fourth-Industrial-Age-on-Higher-Xing-Marwala/b201ea4020e6a314cf0ac54bf1a8d97592a19766

1disarikan dari Schwab, 2019
2integrated chip adalah Komponen Elektronika aktif yang terdiri dari ratusan bahkan ribuan komponen elektronika. Untuk lebih jelas lihat https://teknikelektronika.com
3Cyber-physical adalah proses menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat melalui internet of things (IoT) atau internet untuk segala, yang berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Cloud computing adalah teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat pengelolaan data dan aplikasi, di mana pengguna komputer diberikan hak akses (login). Sedangkan cognitive computing adalah sebuah sistem berteknologi canggih yang mempunyai fitur learning dan dapat terus beradaptasi layaknya seperti otak manusia. Untuk lebih jelas lihat Hermann, Pentek, Otto. 2015
4disarikan dari Schwab, 2019
5disarikan dari Schwab, 2019.
6Inovasi disruptif ini dalam mengembangkan produk atau suatu layanan adalah dengan cara yang tak terduga, biasanya dengan menciptakan jenis konsumen yang berbeda pada pasar yang baru, yang berakibat menurunkan harga pada pasar yang lama (Clayton M. Christensen, 2016).
7Modifikasi dari Rahardja dkk, 2019: 24.
8Prima, E. 2019
9Disarikan dari www.ristekdikti.go.id
10MOOCs memiliki daya jangkau luas, melewati batas-batas fisik kampus dan negara dengan memanfaatkan teknologi internet, menyediakan kesetaraan pendidikan terhadap siapapun tanpa kecuali, tidak terbatas ruang dan waktu, dapat diakses secara gratis dan mempertemukan banyak orang di seluruh dunia.
11World Class University didefinisikan sebagai penilaian, perankingan, dan pengakuan yang berskala internasional pada sebuah universitas. Tolok banding skala pengakuan antara lain:
1) Excellence in research;
2) Kebebasan akademik dan atmosfer kegembiraan intelektual.
3) Pengelolaan diri yang kuat (self-management);
4) Fasilitas dan pendanaan memadai;
5) Keanekaragaman (diversity);
6) Internasionalisasi program;
7) Kepemimpinan yang demokratis;
8) Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK);
9) Kualitas pembelajaran dalam perkuliahan;
10) Koneksi dengan masyarakat atau kebutuhan komunitas;
11) Kolaborasi internal kampus
(Levin, Jeong dan Ou, 2006)
12disarikan dari Xing, Marwala. 2017
13Gardiner, Mayling Oey dkk. 2017:164
14Nur Kholis. 2018.
15disarikan dari: sumberdaya.ristekdikti.go.id.
16Untuk lebih jelas lihat, Prensky. 2001.
17___ibid
18Beasiswa LPDP terbagi ke dalam enam jenis, yaitu beasiswa Reguler, beasiswa Disertasi, beasiswa Dokter Spesialis, beasiswa Afirmasi, beasiswa Unggulan Dosen Indonesia (BUDI) dan program Co-Funding. Beasiswa afirmasi terdiri dari beasiswa Daerah Tertinggal, beasiswa Alumni Bidikmisi Berprestasi, beasiswa Individu Berprestasi dari Keluarga Miskin/Prasejahtera, beasiswa Prestasi Olahraga, Seni, Kebudayaan dan Keagamaan, beasiswa Penyandang Disabilitas, beasiswa PNS/TNI/POLRI, beasiswa Santri, beasiswa Prestasi Olimpiade Bidang Sains, Teknologi dan Keterampilan / Talent Scouting. Berdasarkan data Kementerian Keuangan per 31 Januari 2019, jumlah penerima program beasiswa LPDP sudah mencapai 20.255 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 9.881 orang masih belajar dan 7.108 orang yang sudah lulus.

Sebarkan :

Daftar News