Muhammad Taufiq
Illustrator, komikus, desainer grafis, seniman fine art
"Selama kuliah di IKJ, banyak belajar segala hal teknis mau pun non-teknis dalam penciptaan sebuah karya"
Profil
Muhammad Taufiq atau yang lebih dikenal dengan nama Emte adalah alumnus Institut Kesenian Jakarta setelah menuntaskan program studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Fakultas Seni Rupa Jakarta.
Dalam kesehariannya Emte berprofesi sebagai ilustrator, desainer grafis, seniman, dan juga komikus yang aktif terlibat dalam berbagai kolaborasi dengan banyak brand, proyek komersial dan kesenian, baik kolektif maupun personal. Ia telah mengeksplorasi medium komik sejak tahun 1993, saat ia memproduksi buku komik pertamanya yang memperoleh penghargaan sekolah saat masih berusia 13 tahun.
Karya komiknya memiliki spektrum tema yang luas; dari komik advertorial hingga komik underground.
Gaya-gaya yang dikerjakannya tak melulu gambar yang fashionable, cute, pop art, maupun menggambarkan figur perempuan saja. Ketika dia mulai menggarap sebuah karya, maka Emte akan keluar dari kebiasaan dan zona nyamannya.
Karya personalnya yang telah lama terpendam saat di bangku kuliah (berupa photocopy komik yang disebarluaskan di antara teman-teman semasa kuliah di kampus IKJ), kemudian digali lagi. Karya komik serial ini dinamai Gugug!
Pada tahun 2018, komik Gugug! menjadi karya terbarunya dalam cakrawala komik Indonesia dan internasional.
Komik Gugug! terpilih sebagai lima besar Intellectual Property atau IP terbaik menurut Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) di tahun 2019.
Emte terpilih sebagai pelaku kreatif di bidang desain dengan pengelolaan IP-nya sangat baik dan strategis melalui akun media sosial khususnya instagram berikut jumlah pengikut, serta bukunya pun bestseller.
Pengelolaan IP secara optimal memang perlu dilakukan agar Indonesia memiliki banyak pejuara lain yang bisa masuk ke berbagai platform kreatif. Proses kreatif memang sudah seharusnya bergerak lintas platform.
Ilustrasi ciptaan Emte berbicara soal ruang atau memaknai ruang. Ruang kerap kali dianggap sebagai fungsi dan setiap orang terus menerus membedakan antara ruang privat dan publik. “Kita hidup di kota urban dan merasa perbedaan yang kontras soal ruang,” demikian menurutnya di sebuah jejaring media massa di dunia maya.
Kesukaannya menggambar sejak kecil ini membawanya keliling dunia secara profesional. Berbagai undangan disambutnya hingga ke London, NewYork, Frankfurt, Tokyo, Seoul, Shanghai, Bulgaria dan lainnya.